Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Empat Gebrakan Pemerintahan Jokowi Mendorong Ekonomi dengan “Menggadaikan” Hukum

Kompas.com - 03/05/2016, 07:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

RUU Tax Amnesty makin mendesak karena hingga triwulan I 2016, penerimaan pajak masih sangat rendah.

Bahkan, dari target pendapatan pajak 2016 sebesar Rp 1.360,2 triliun, diperkirakan akan meleset sekitar Rp 290 triliun.

Tanpa penerimaan pajak yang memadai, rencana pembangunan infrastruktur yang dialokasikan sebesar Rp 313,5 triliun bakal tidak tercapai.

Pemerintahan Jokowi tentu tak ingin pembangunan infrastruktur meleset lagi seperti tahun 2015.

Sebab, infrastruktur merupakan program prioritas Jokowi dan pertaruhan reputasinya di mata rakyat.

Karena itulah, berbagai upaya ditempuh termasuk menambah utang dan menerapkan tax amnesty.

Menurut Peneliti Hukum dan Kebijakan Transparency International Indonesia Reza Syawawi, seperti dalam tulisannya di harian Kompas (16/4/2016)RUU Pengampunan Pajak berpotensi mengeliminasi atau meniadakan fungsi UU lain khususnya yang terkait dengan tindak pidana.

Di dalam RUU ini sangat gamblang dijelaskan bahwa pengampunan pajak adalah penghapusan pajak terutang, penghapusan sanksi administrasi perpajakan, penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan, serta sanksi pidana tertentu dengan membayar uang tebusan.

Ketentuan ini tentu saja akan berpotensi bertentangan dengan beberapa UU, seperti UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang, tindak pidana lain yang berkaitan dengan sektor pajak.

Dalam konteks ini, timbul perbedaan perlakuan negara terhadap subyek hukum tertentu ketika berhadapan dengan hukum.

Bagi yang memiliki uang, mereka dengan mudah membayarkan sejumlah uang dan terbebas dari proses hukum.

Padahal, menurut prinsip hukum yang dianut konstitusi, persamaan kedudukan di dalam hukum adalah hal yang mutlak dipenuhi terhadap semua warga negara.

Perbedaan perlakuan ini juga dengan sendirinya akan menciptakan ketidakpastian hukum di dalam masyarakat.

Lagipula, berdasarkan riset PPATK, penggelapan pajak sangat terkait erat dengan tindak pidana pencucian uang.

Pajak yang dikemplang atau digelapkan tentu saja tidak hanya disimpan di bawah bantal, melainkan disimpan di bank atau diinvestasikan dalam berbagai instrumen pasar uang dan pasar modal.

Kemungkinan juga akan diinvestasikan di sektor riil, semisal membangun pabrik.

Nah, dalam UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), penempatan uang hasil tindak pidana, termasuk kejahatan perpajakan, masuk kategori pencucian uang.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com