Koordinator Transparansi International Indonesia Dadang Trisasongko mengatakan, pengampunan nasional atau amnesty biasanya dilakukan dalam situasi di mana sistem penegakan hukum negara bersangkutan sangat kuat sehingga ada dorongan kuat bagi para penjahat untuk mengakui kesalahan dan meminta ampunan mengingat cepat atau lambat kejahatannya pasti akan tercium.
“Sebaliknya, jika pengampunan nasional diterapkan pada negara yang penegakan hukumnya lemah, maka hanya akan menyuburkan praktik impunitas terhadap para pengemplang pajak, membuat mereka kemudian ketagihan untuk minta pengampunan serta menjadi ladang korupsi berupa kongkalikong dalam menentukan mana yang bisa diampuni dan mana yang tidak,” kata Dadang.
Pengamat ekonomi politik Tarli Nugroho dalam tulisannya yang beredar di media sosial mengatakan, kebijakan tax amnesty tak lebih dari upaya menyelamatkan kepentingan para obligor hitam Bantuan Likuiditas bank Indonesia (BLBI).
“Latar belakang kemunculan gagasan Tax Amnesty sejak awal memang patut dicurigai bukan untuk menambah pendapatan negara, sebagaimana yang sering dikoarkan, melainkan untuk “memutihkan” pelanggaran hukum dan kejahatan ekonomi yang pernah terjadi di masa lalu,” kata Tarli.
Pemerintah berkilah tidak hanya konglomerat yang bisa memanfaatkan tax amnesty. Pelaku usaha kecil menengah (UKM), pedagang ritel, pedagang pasar, dan pelaku usaha kecil lainnya di dalam negeri juga dapat mengajukan pengampunan pajak.
Namun pertanyaannya, apakah pajak yang diterima dari pengampunan pajak UKM bernilai signifikan? Tentu saja, sebagian besar dana tax amnesty akan berasal dari konglomerat dan pengusaha kakap yang menyimpan dananya di luar negeri.
Apresiasi
Kita semua tentu saja mengapresiasi komitmen dan kerja keras pemerintahan Jokowi mendorong perekonomian demi peningkatan kesejahteraan rakyat.
Langkah berani Jokowi mengubah wajah APBN menjadi lebih produktif, dengan mengalokasikan lebih banyak belanja untuk pembangunan infrastruktur adalah langkah brilian.
Kita ingat, tahun 2015, anggaran infrastruktur dipatok sebesar Rp 290,3 triliun, yang merupakan anggaran infrastruktur tahunan terbesar sepanjang sejarah Indonesia.
Tahun 2016, nilainya malah lebih besar lagi mencapai Rp 313,5 triliun.
Benar, tanpa infrastruktur yang memadai, pertumbuhan Indonesia tak bisa lebih tinggi dari 5 – 6 persen.