Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Kesulitan Pajaki Perusahaan Digital, Mengapa?

Kompas.com - 08/07/2019, 16:36 WIB
Mutia Fauzia,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat mengaku kesulitan memberlakukan pajak untuk perusahaan digital seperti Google hingga Netflix.

Bahkan dia mengatakan, tak hanya Indonesia, seluruh dunia pun dipusingkan dengan skema peraturan perpajakan yang tepat untuk perusahaan digital.

Mengapa demikian?

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara menyampaikan penerapan pajak untuk perusahaan digital saat ini memang sedang menjadi perdebatan serta pembicaraan di dunia internasional. Sebab, model bisnis perusahaan digital yang beroperasi lintas negara.

Dia mengilustrasikan, paltform musik digital Spotify misalnya, mereka menjual jasa kepada seluruh masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Sedangkan, kantor operasional mereka berada di Swedia.

Baca juga: Mengejar Pajak Digital...

"Nah, kalau beli barang itu kan ada PPN (Pajak Penghasilan)nya 10 persen, nah sekarang PPNnya punya siapa? Punya yang produsen di luar atau di Indonesia?" ujar Suahasil ketika ditemui di Jakarta, Senin (8/7/2019).

Perdebatan lainnya terkait dengan Pajak Penghasilan (PPh). Sebab, perusahaan digital yang bersangkutan dianggap telah mengeruk keuntungan di negara-negara lain di luar yurisdiksi perpajakannya. Padahal, mereka telah melakukan kegiatan operasional, dan mengeruk keuntungan dengan di Indonesia, atau di negara lain di luar kantor pusatnya.

"PPh itu kan diambil dari keuntungan, tapi keuntungan itu bukan keuntungan perusahan Indonesia, tapi dia jualannya di Indonesia. Nah itu hak pemajakannya bagaimana membaginya?," ujar Suahasil.

Untuk itulah negara-negara yang tergabung dalam G20 Negara meminta Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) untuk membuat studi mengenai konsep perpajakan digital di tingkat internasional.

Baca juga: Saat Pemerintah Dipusingkan dengan Pajak Perusahaan Digital

Adapun dikutip dari Kompas, OECD melalui dokumen konsultasi publik “Addressing The Tax Challenges of The Digitalisation of The Economy” (Februari 2019) menyebut dua pilar kebijakan merespons tantangan pajak ekonomi digital.

Pertama soal alokasi pajak yang menginginkan alokasi yang lebih besar ke negara-negara pasar tanpa memperhatikan kehadiran fisik. Kedua terkait penerapan instrumen pencegahan penggerusan basis pajak melalui sistem pajak minimum.

"Jadi OECD sebagai suatu lembaga tink tank tahun ini sedang ditugasi oleh negara-negara G20, dan ini akan didiskusikan lagi sama-sama," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com