Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Yustinus Prastowo

Penikmat Akuntansi

Kasus Garuda dan Misteri Akuntansi

Kompas.com - 18/07/2019, 15:20 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

1. Perjanjian Mahata ditandatangani 31 Oktober 2018, namun hingga tahun buku 2018 berakhir, tidak ada satu pembayaran yang telah dilakukan oleh pihak Mahata meskipun telah terpasang satu unit alat di Citilink.

2. Dalam perjanjian Mahata tidak tercantum term of payment yang jelas bahkan pada saat ini masih dinegosiasikan cara pembayarannya.

3. Sampai saat ini tidak ada jaminan pembayaran yang tidak dapat ditarik kembali, seperti bank garansi atau instrumen keuangan yang setara dari pihak Mahata kepada perusahaan. Padahal, bank garansi atau instrumen keuangan yang setara merupakan instrumen yang menunjukkan kapasitas Mahata sebagai perusahaan yang bankable.

4. Mahata hanya memberikan surat pernyataan komitmen pembayaran kompensasi sesuai dengan paragraf terakhir halaman satu dari surat Mahata 20 Maret 2019: "Skema dan ketentuan pembayaran ini tetap akan tunduk pada ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam perjanjian. Ketentuan dan skema pembayaran sebagaimana yang disampaikan dalam surat ini dan perjanjian dapat berubah dengan mengacu kepada kemampuan finansial Mahata.

Baca juga: Garuda Tegaskan Direksi-Komisaris Tidak Arahkan Laporan Keuangan

Dari keberatan yang disampaikan oleh komisaris, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya Komisaris setuju bahwa penghasilan yang diperoleh/akan diperoleh Garuda dari perjanjiannya dengan Mahata adalah penghasilan royalti sehingga tunduk dalam PSAK 23.

Komisaris hanya keberatan kepada saat pengakuan penghasilan tersebut yang menurut mereka Garuda belum saatnya mengakui penghasilan sama sekali. Dengan kata lain, pada tataran klasifikasi, Direksi dan Komisaris menunjuk ‘makhluk’ yang sama, yakni royalti.

Pemeriksaan Otoritas: Batu Uji Sengkarut

Hasil pemeriksaan yang dilakukan OJK dan Kemenkeu sendiri ternyata berbeda jauh dengan keberatan yang disampaikan oleh kedua komisaris Garuda, yang merupakan pangkal kekisruhan ini. OJK/Kemenkeu mengidentifikasi ‘makhluk’ yang berbeda dengan Komisaris Garuda dan Direksi.

Alih-alih memperlakukan transaksi ini sebagai  royalti, OJK dan Kemenkeu mengakui itu sebagai pendapatan sewa. Jadi berbeda klasifikasi.

OJK/Kemenkeu sendiri memberikan perintah tertulis kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk memperbaiki dan menyajikan kembali LKT PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk per 31 Desember 2018 serta melakukan paparan publik (public expose) atas perbaikan dan penyajian kembali LKT per 31 Desember 2018 dimaksud paling lambat 14 hari setelah ditetapkannya surat sanksi, atas pelanggaran Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UU PM), Peraturan Bapepam dan LK Nomor VIII.G.7 tentang Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten dan Perusahaan Publik, Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 tentang Penentuan Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Sewa, dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 30 tentang Sewa.

Standar Akuntansi Keuangan memberikan pedoman bagi cara pengakuan dan saat pengakuan penghasilan bagi manajemen suatu perusahaan. Manajemen dapat memilih struktur transaksi bisnis yang akan dilakukannya dengan pihak lain untuk dapat memenuhi suatu Standar Akuntansi Keuangan tertentu. Standar Akuntansi Keuangan memungkinkan manajemen mengakui suatu penghasilan sekaligus dalam suatu tahun, ataupun tersebar selama jangka waktu perjanjian transaksi, berdasarkan kondisi-kondisi yang tercantum dalam perjanjian.

Baca juga: Auditor Laporan Keuangan Garuda Dibekukan Selama 12 Bulan

Standar Akuntansi Keuangan juga mensyaratkan perusahaan mengakui penghasilannya berbasis akrual, yaitu penghasilan dapat diakui walaupun arus kas belum diterima sebagian/seluruhnya oleh perusahaan. Basis ini berbeda dengan basis kas yang mengakui penghasilan perusahaan hanya apabila arus kas  sudah diterima oleh perusahaan. Dari perspektif ini, apa yang dilakukan Manajemen mendapat legitimasi teoretik-legal.

Hal ini memberikan ruang bagi manajemen untuk melakukan praktik manajemen laba (earnings management) dengan cara mengakui penghasilan sekaligus dalam satu tahun, atau mengakui penghasilan secara tersebar dalam jangka waktu perjanjian.

Keduanya dapat diambil demi memengaruhi jumlah total laba/rugi bersih yang akan diakui perusahaan dalam tahun diakuinya penghasilan.

Kenapa Manajemen perlu memutuskan untuk mengakui sekaligus atau tidak mengakui sekaligus?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com