Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPJS Kesehatan, Defisit Sejak Awal hingga Rencana Penghapusan Kelas

Kompas.com - 12/06/2020, 11:13 WIB
Mutia Fauzia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kinerja BPJS Kesehatan terus mendapat sorotan dari masyarakat. Pemerintah pun terus berupaya untuk memerbaiki sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan.

Pasalnya, sejak awal berjalan, BPJS Kesehatan telah mencatatkan defisit.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat memaparkan, pada awal dijalankan, yaitu di tahun 2014, BPJS telah mencatatkan defisit sebesar Rp 1,9 triliun.

Jumlah tersebut terus membengkak di tahun berikutnya. Pada tahun 2015, defisit keuangan BPJS Kesehatan meningkat drastis menjadi Rp 9,4 triliun. Namun pada tahun 2016, defisit sedikit mengecil menjadi Rp 6,4 triliun.

Baca juga: Gagal Bayar Utang BPJS Kesehatan ke RS Capai Rp 6,5 Triliun

Menurut Sri Mulyani, hal itu dikarenakan pada tahun 2016 terjadi penyesuaian iuran yang tertuang dalam Perpres. Di mana penyesuaian dilakukan setiap dua tahun sekali.

Meski demikian, penyesuaian iuran tidak memberikan angin segar untuk keuangan BPJS Kesehatan karena pasa tahun 2017 tercatat defisitnya melonjak menjadi Rp 13,8 triliun. Sedangkan di tahun 2018 atau tahun kemarin defisitnya melesat ke angka Rp 19,4 triliun. Sementara di tahun 2019, BPJS Kesehatan kembali mencatatkan defisit sebesar Rp 13 triliun.

Naikkan Iuran

Dengan kondisi tersebut, pemerintah pada tahun 2019 memutuskan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri.

Keputusan tersebut dituangkan dalam Perpres 75 tahun 2019. Melalui Perpres tersebut, besaran iuran untuk masing-masing kelas peserta menjadi Rp 160.000 untuk kelas I, Rp 110.000 untuk kelas II, Rp 42.000 untuk kelas III.

Sementara sebelumnya, pada Perpres 82 tahun 2018 besaran iuran yakni Rp 25.500 untuk kelas III, Rp 51.000 untuk kelas II dan Rp 80.000 untuk kelas I.

Dengan skema iuran tersebut, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, BPJS berpotensi surplus Rp 37,1 triliun. Namun demikian, pasal mengenai kenaikan tarif tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) pada beberapa waktu lalu. Fachmi mengatakan, dengan pembatalan tersebut risiko defisit BPJS Kesehatan menjadi sebesar Rp 39 triliun.

Setelah dibatalkan MA, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Perpres 60 tahun 2020. Dalam Perpres ini Pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Yakni, masing-masing peserta menjadi Rp 150.000 untuk peserta kelas I per orang per bulan, kelas II sebesar Rp 110.000 per orang per bulan, dan kelas III sebesar Rp 42.000 per orang per bulan.

Dengan demikian, risiko defisit bisa ditekan ke level Rp 185 miliar.

"Dengan demikian proyeksi kurang lebih situasinya membaik, walau defisit masih Rp 185 miliar namun untuk tahun-tahun berikutnya pelaksanaan program bisa membaik, dalam membayar rumah sakit bisa membaik dan tidak sampai mengalami gagal bayar cukup panjang seperti pengalaman sebelumnya," jelas Fachmi ketika memberi penjelasan kepada Komis IX DPR RI, Kamis (11/6/2020).

Baca juga: Rincian Lengkap Iuran BPJS Kesehatan, Sebelum dan Setelah Naik

Masalah defisit tak langsung usai

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penyaluran Kredit Ultra Mikro Capai Rp 617,9 Triliun di Kuartal I-2024

Penyaluran Kredit Ultra Mikro Capai Rp 617,9 Triliun di Kuartal I-2024

Whats New
Bayar Klaim Simpanan 10 BPR Bangkrut, LPS Kucurkan Rp 237 Miliar per April 2024

Bayar Klaim Simpanan 10 BPR Bangkrut, LPS Kucurkan Rp 237 Miliar per April 2024

Whats New
[POPULER MONEY] Mendag Zulhas: Warung Madura Boleh Buka 24 Jam | KFC Malaysia Tutup Lebih dari 100 Gerai, Imbas Boikot

[POPULER MONEY] Mendag Zulhas: Warung Madura Boleh Buka 24 Jam | KFC Malaysia Tutup Lebih dari 100 Gerai, Imbas Boikot

Whats New
Kode Transfer BCA, BRI, BNI, BTN, Mandiri, dan Bank Lainnya

Kode Transfer BCA, BRI, BNI, BTN, Mandiri, dan Bank Lainnya

Spend Smart
Cara Beli Token Listrik di ATM BRI, BNI, Mandiri, BTN, dan BSI

Cara Beli Token Listrik di ATM BRI, BNI, Mandiri, BTN, dan BSI

Spend Smart
Cara Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia dan Syaratnya

Cara Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia dan Syaratnya

Spend Smart
Lelang 7 Seri SUN, Pemerintah Kantongi Rp 21,5 Triliun

Lelang 7 Seri SUN, Pemerintah Kantongi Rp 21,5 Triliun

Whats New
Indosat Catat Laba Rp 1,29 Triliun di Kuartal I-2024

Indosat Catat Laba Rp 1,29 Triliun di Kuartal I-2024

Whats New
Adira Finance Cetak Laba Bersih Rp 432 Miliar pada Kuartal I-2024

Adira Finance Cetak Laba Bersih Rp 432 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Inaplas Dukung Pemerintah Atasi Polusi Sampah Plastik

Inaplas Dukung Pemerintah Atasi Polusi Sampah Plastik

Whats New
Program Pemberdayaan Daerah Gambut di Bengkalis oleh PT KPI Mampu Tingkatkan Pendapatan Masyarakat

Program Pemberdayaan Daerah Gambut di Bengkalis oleh PT KPI Mampu Tingkatkan Pendapatan Masyarakat

Whats New
Astra Internasional Bakal Tebar Dividen Rp 17 Triliun, Simak Rinciannya

Astra Internasional Bakal Tebar Dividen Rp 17 Triliun, Simak Rinciannya

Whats New
Emiten Nikel IFSH Catat Penjualan Rp 170 Miliar di Kuartal I 2024

Emiten Nikel IFSH Catat Penjualan Rp 170 Miliar di Kuartal I 2024

Whats New
Starlink Telah Kantongi Surat Uji Laik Operasi di Indonesia

Starlink Telah Kantongi Surat Uji Laik Operasi di Indonesia

Whats New
Laba Bersih BNI Naik 2,03 Persen Menjadi Rp 5,3 Triliun pada Kuartal I-2024

Laba Bersih BNI Naik 2,03 Persen Menjadi Rp 5,3 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com