Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ambyar, Ekonomi Afrika Selatan Minus 51 Persen

Kompas.com - 09/09/2020, 09:00 WIB
Fika Nurul Ulya,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

Sumber Bloomberg

JAKARTA, KOMPAS.com - Pertumbuhan ekonomi Afrika Selatan semakin anjlok. Produk Domestik Bruto (PDB) Afrika Selatan telah minus selama 4 kuartal berturut-turut, menempatkan negara itu berada dalam resesi yang panjang.

Penurunan pertumbuhan ekonomi tak lain disebabkan oleh karantina wilayah untuk menghindari penyebaran Covid-19 sehingga menghantam ekonomi pada April, Mei, dan Juni.

Mengutip Bloomberg, Jakarta, Rabu (9/8/2020), terbatasnya mobilisasi warga Afrika Selatan telah menempatkan ekonominya ke dalam resesi terpanjang dalam 28 tahun, dengan kontraksi PDB di kuartal II 2020 lebih tajam dari perkiraan.

Baca juga: Ini Cara Konfirmasi SMS Notifikasi Penerima Subsidi Gaji Rp 600.000

Badan Statistik Afrika Selatan mengumumkan, PDB telah menyusut -51 persen secara tahunan (year on year/yoy) di kuartal II 2020, menyusul kontraksi -1,8 persen dalam 3 bulan pertama (kuartal I 2020).

Angka itu merupakan penurunan PDB paling tajam, setidaknya sejak tahun 1990 dan memperpanjang resesi hingga kuartal IV 2020. Bahkan ini merupakan periode kontraksi kuartalan terpanjang berturut-turut sejak 1992.

Lockdown secara nasional yang dimulai pada 27 Maret 2020 memperdalam kemerosotan ekonomi, yang terjebak dalam siklus penurunan terpanjang setidaknya sejak Perang Dunia II.

Saat lockdown, masyarakat diizinkan meninggalkan rumah hanya untuk membeli makanan dan mencari perawatan medis. Lockdown kemudian dibuka secara bertahap pada 1 Mei 2020. Sayangnya, banyak perusahaan tutup permanen dan memecat pekerjanya selama lockdown terjadi.

Baca juga: Lowongan Kerja di Anak Usaha BUMN untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Kebijakan bank sentral

Susutnya pertumbuhan ekonomi lebih dalam dari perkiraan bank sentral yang sebesar 40,1 persen. Hal ini meningkatkan kemungkinan bank sentral bakal menurunkan suku bunga acuan keenam kalinya tahun ini.

Gubernur Bank sentral Afrika, Lesetja Kganyago pada bulan lalu mengatakan, rendahnya inflasi yang menuju pada deflasi memberi ruang pada komite kebijakan moneter untuk merespons, jika guncangan ekonomi akibat pandemi ternyata lebih buruk dari perkiraan.

Di lain hal, kontraksi yang berlanjut akan membebani penyerapan pendapatan negara. Kontraksi pun akan membuat pemerintah semakin sulit untuk menstabilkan utang dan mempersempit defisit anggaran.

Kontraksi juga akan mempersulit menurunkan tingkat pengangguran sebesar 30,1 persen, yang dipandang sebagai rintangan utama untuk mengurangi kemiskinan di salah satu negara paling timpang di dunia ini.

Baca juga: [POPULER MONEY] Daftar BLT yang Cair hingga Tahun Depan | Susi Pudjiastuti Buka Lowongan Kerja

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com