Menaikkan menjadi B40 atauB50 tidak akan menghadirkan solusi bagi sawit Indonesia. Sebab di hulu telah terjadi over produksi karena stok tersisa 2019 sebesar 4,5 juta ton.
Akibat covid19 di berbagai belahan dunia, stok ini diperkirakan tidak akan berkurang hingga perdagangan akhir tahun 2020.
Di sisi lain, masih terdapat land bank seluas 4 juta hektar dan program peremajaan sawit rakyat. Jika izin tersebut dibuka sawit dan kemudian produktivitas sawit rakyat meningkat maka akan terjadi over produksi yang lebih besar lagi.
Strategi pemerintah untuk menyediakan pasar penampungnya melalui program B30 ini, tentu tetap tidak akan cukup dan kemungkinan pemerintah akan menolong industri ini dengan menggunakan uang negara.
Sementara pemerintah tidak memiliki strategi intervensi di hulu untuk menghentikan ekspansi. Di sisi lain, keran investasi melalui pemberian izin baru masih terus berlangsung.
Untuk pengembangan hingga B40 maka setidaknya membutuhkan dana yang besar. Sebab biodiesel harganya tingggi. Cara yang paling mudah untuk mendukungnya adalah dengan menaikkan pungutan hingga 70 dolar AS/ton CPO dari 55 dolar AS saat ini.
Risikonya akan ke petani. Harga akan makin turun karena negara memotong harga CPO yang merupakan dasar dari penilaian harga TBS petani. Jika tidak maka, negara akan di bajak oleh industri dengan menjustifikasi devisa negara yang sudah dihasilkan oleh konglomerat.
Langkah pemerintah pasti akan menaikkan biodiesel hingga B50. Sebab para konglomerat sawit ini sudah masuk dalam ranah birokrasi dan hampir menguasai politik dan ekonomi di Indonesia. Tentunya tidak ada pilihan lain, sebab telah menjadi bisnis para elit juga.
Bisnis biodiesel harus dibingkai dalam kepentingan nasional. Terlepas dari bisnis ini telah menyumbang devisa negara yang diklaim para cukong namun sewajarnya perlu memperkuat aktor-aktor negara seperti BUMN.
Sayangnya, Pertamina, Kemenko Perekonomian, dan kementerian ESDM tidak memiliki strategi untuk memperkuat PTPN agar di tangan mereka industri biodiesel dapat diolah. Ini justru sebaliknya, perusahaan negara sebagai pengemis jatah ke perusahaan swasta.
Ke depan pemerintah harus merancang kepentingan nasional dalam memperkuat BUMN sawit memiliki industri hilir sendiri dan dapat bekerjasama dengan petani kelapa sawit. Ini harus dilakukan oleh pemerintah, untuk mengamankan keuangan negara dari pemburu rente swasta.
Perluasan lahan sawit tidak akan menyelesaikan masalah tata kelola sawit di Indonesia. Karena itu, perlu langkah cepat sebelum ketelanjuran makin besar.
Caranya, intervensi di sektor hulu dengan menghentikan ekspansi sawit skala besar dan melakukan reforma agraria pada lahan sawit yang bermasalah. Dengan cara ini, akan terjadi keseimbangan antara hulu dan hilir. Sehingga pada akhirnya memberi dampak positif bagi petani kelapa sawit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.