Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gubernur BI: Masalah Independensi BI Timbulkan Guncangan Pasar

Kompas.com - 28/09/2020, 18:50 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan, isu revisi Undang-Undang (UU) BI tentang Perubahan Atas Undang-Undang 23/1999 tentang Bank Indonesia sempat menjadi sentimen negatif.

Dia menuturkan, RUU yang dianggap menggerus independensi BI itu membuat imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) naik tinggi dan nilai tukar rupiah melemah.

"Di awal September yang berkaitan tempo hari masalah independensi BI, membuat goncangan pasar. Itu meningkatkan yield SBN dan rupiah. Yield SBN sempat turun 6,6 persen, naik lagi karena masalah ketidakpastian," kata Perry dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI, Senin (28/9/2020).

Baca juga: Draf RUU BI Dorong Rupiah Ditutup Menguat di Akhir Pekan

Perry menyebut, dia sendiri telah dua kali diminta memberikan pandangan umum terkait Perppu maupun RUU tersebut. Adapun menurutnya, yang lebih mendesak saat ini adalah penguatan perbankan.

"Kami sampaikan ini Perppunya mau lebih fokus memperkuat untuk pengawasan perbankan atau berkaitan dengan sektor keuangan secara keseluruhan? Kalau yang sekarang lebih mendesak, adalah tentang penguatan perbankan," papar Perry.

Perry bilang, salah satu penguatan terhadap perbankan yang saat ini terus didiskusikan adalah peningkatan kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menangani bank-bank sakit lebih awal (early intervention).

Aturan mengenai Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP) untuk perbankan pun telah dalam tahap finalisasi ketiga.

Baca juga: Soal Revisi UU BI, Ini Kata Gubernur Bank Sentral

"Bagaimana BI melakukan PLJP bagi bank solvable (bisa diselamatkan) dan bagaimana LPS lebih awal melakukan penanganan bank insolvable. Ini bisa secara kontinyu dengan Forum Koordinasi Pengawasan perbankan Terpadu," ujar dia.

Sementara itu, jika pembahasan mengenai sektor keuangan, Perry menyarankan agar sektor keuangan harus dilihat secara keseluruhan.

Pasalnya, sektor keuangan ini berkaitan erat dengan kewenangan Kemenkeu, kewenangan BI, kewenangan OJK, maupun LPS.

"Kalau sektor keuangan secara keseluruhan, yang selama ini jadi kewenangan BI berada di berbagai UU, perlu dipertegas. Misalnya, BI tidak hanya memelihara stabilitas rupiah, tapi juga UU OJK itu bisa dimasukkan, termasuk penguatan dan pengawasan perbankan antara 3 lembaga dengan BI, OJK, dan LPS," pungkas Perry.

Sebagai informasi, Baleg DPR tengah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

Berdasarkan draf RUU, ada beberapa pasal yang menyebut peran BI dan OJK. pasal 34 ayat (1) beleid menjelaskan, tugas mengawasi bank yang selama ini dilaksanakan oleh OJK dialihkan kepada BI.

Baca juga: Komisi XI DPR Nilai Peleburan OJK ke BI Tidak Diperlukan

Pengalihan tugas mengawasi bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember 2023.

RUU juga mempertimbangkan pembentukan Dewan Moneter untuk menetapkan setiap kebijakan moneter yang ditempuh. Setidaknya, ada dua menteri ekonomi yang tergabung dalam Dewan Moneter dan diketuai oleh Menteri Keuangan.

Pemerintah bahkan bisa menambah menteri beberapa orang menteri sebagai anggota penasehat kepada Dewan Moneter bila dipandang perlu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com