Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mansuetus Alsy Hanu
Sekretaris Jendral SPKS (Serikat Petani Kelapa Sawit)

Sekretaris Jendral SPKS (Serikat Petani Kelapa Sawit). Steering committee pada sejumlah lembaga: Tropical Forest Alliance, Hight Carbon Stoke Approach dan SCAI (Sustainable Agricultur Indonesia). Menulis beberapa buku tentang kelapa sawit. Aktif dalam kerja-kerja advokasi sawit rakyat dan membangun model pengelolaan perkebunan terbaik di tingkat petani kelapa sawit.

Mengevaluasi Program Sawit Rakyat

Kompas.com - 04/12/2020, 16:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Selain itu para petani yang melaksanakan peremajaan sawit rata-rata sudah berusia tua dan takutnya sampai ke liang kubur pun mereka akan dibebani kredit. Persyaratan tersebut sangat sulit direalisasikan.

Selain ketiadaan dana mandiri milik petani untuk peremajaan, telah lama petani swadaya tidak mengelola kebun secara berkelompok. Sebab syarat memeroleh dana peremajaan sawit untuk petani diharuskan berkelompok.

Pemerintah seperti mengulang kesalahan masa lalu, di mana kelembagaan tani dibentuk hanya untuk diproyeksikan menampung subsidi. Setelah subsidi habis, kelembagaan tani bubar.

Kunci penguatan sawit rakyat adalah pada kelembagaan tani sebagai subyek. Sayangnya, program ini dibuat seperti proyek yang pada akhirnya hanya menguntungkan kelompok-kelompok tertentu.

Masalah alokasi dana yang minim bagi petani terlihat juga pada sektor penguatan SDM (sumber daya manusia) petani. Alokasi dana SDM justru lebih besar dialokasikan kepada kampus-kampus penadah beasiswa dan penerima proyek penelitian.

Akhirnya kampus-kampus tidak kritis dan hasil-hasil penelitian yang dibiayai BPDP-KS hanya untuk memperkuat posisi korporasi.

Melihat alokasi dananya pun, seremoni launching program PSR yang sering dihadiri oleh Presiden Joko Widodo justru lebih besar jika dibandingkan dengan penguatan SDM petani sawit.

Penguatan SDM petani hanya dilakukan pada 2017 sebesar Rp 15 miliar dan launching PSR hampir Rp 20 miliar.

Sebenarnya, dana besar yang dikelola BPDP-KS mampu membiayai 100 persen pendanaan peremajaan petani. Artinya, petani tidak perlu merengek-rengek meminta kredit tambahan bank.

Sebab, badan sawit telah mengelola Rp 51 triliun hingga saat ini. Namun, yang mampu direalisasikan hanya rata-rata Rp 300-400 miliar setiap tahun sejak 2016 untuk peremajaan sawit.

Ahirnya publik memaklumi, beban subsidi bagi industri biodiesel yang dimiliki para konglomerat sawit menjadi masalah pokok minimnya alokasi dana bagi petani.

Karena itu, realisasi peremajaan sawit terbilang rendah. Dalam periode 2017- 2022, pemerintah menargetkan 745.780 ha kebun sawit diremajakan.

Namun, hingga Agustus 2020 baru terealisasi 62.517 petani atau sekitar 142.485 hektare dengan realisasi pencairan dana sebesar Rp 1,6 triliun.

Jika dianalisis lebih mendalam, dana PSR tersebut hampir setara dengan bunga bank atas dana yang dikelola oleh BPDP-KS sejak 2016 jika tersimpan di bank. Apakah atinya, dana untuk petani bukan dari pungutan badan pengelola dana perkebunan?

Mandirikan petani

Persoalan jalan di tempatnya peremajaan kebun melalui program sawit rakyat sebenarnya memperlihatkan tingkat pemahaman pemangku kepentingan kepada petani sawit swadaya sangat rendah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com