Setelah setiap iterasi, ide-ide diadaptasi sesuai dengan umpan balik pengguna dan diulangi hingga solusi optimal, namun layak dan berkelanjutan ditemukan (Beckman dan Barry, 2007; Brown, 2008, 2009; Liedtka, 2015; Zheng, 2018).
Beverland dkk (2015) mengemukakan fokus utama "pemikiran desain" menawarkan solusi yang lebih humanistik terletak pada pemahaman yang komprehensif dari masalah tertentu dimana berbagai kemungkinan solusi dibuat dan kemudian diuji dengan calon pengguna dan pemangku kepentingan terkait lainnya.
Bahkan, pemikiran desain disinyalir dapat memfasilitasi penciptaan dan berbagi pengetahuan baru dan kemungkinan yang sebelumnya tak terbayangkan (Kolko, 2015; Michlewski, 2008).
Akan tetapi, ironisnya hal tersebut cenderung mendorong konsumerisme, dan selama kita mempertahankan keyakinan bahwa solusi apa pun layak dibuat selama memenuhi kebutuhan manusia, bisnis, dan teknologi, kita tidak akan pernah melepaskan diri dari kekuatan merusak.
Baca juga: Studi: Saat Pandemi, Masyarakat Lebih Senang Belanja Produk Lokal dan Online
Alih-alih kita bertanya pada diri sendiri terlebih dahulu. Apakah itu menyelesaikan kebutuhan manusia? Apakah layak untuk dibangun? Apakah ini memberikan kontribusi positif bagi keberadaan manusia dan lingkungannya di masa depan? Jika tidak, sebaiknya tidak dirancang.
Keberlanjutan mungkin akan lebih mudah dipahami dalam konteks kebalikannya, yakni ketidakberlanjutan.
Tindakan yang merusak seperti pelepasan emisi karbon maupun yang berkontribusi pada polusi, perubahan iklim, keusangan dan sejumlah masalah sosial budaya harus direncanakan tidak berkelanjutan.
Buhl dkk (2019) mengungkapkan bahwa pemikiran desain dapat mendorong pengembangan inovasi yang berorientasi pada keberlanjutan.
Mereka mendemonstrasikan ada lima prinsip utama dalam mengembangkan pemikiran desain yang berorientasi pada keberlanjutan, yaitu pembingkaian masalah, fokus pengguna, keragaman, visualisasi, serta eksperimen dan iterasi.
Sejak tahap awal, konteks pengembangan berkelanjutan harus telah dibingkai dalam pemikiran desain tersebut. Jadi keberlanjutan tidak selalu tentang daur ulang dan pelestarian lingkungan, ini tentang mempertahankan keberadaan (bisnis) kita.
Wilson Kosasih
Ketua Program Studi Teknik Industri Universitas Tarumanagara