Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Indonesia Terus Impor Daging Sapi Meski Populasinya Banyak

Kompas.com - 22/03/2021, 14:22 WIB
Yohana Artha Uly,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengusaha mengungkapkan alasan masih diperlukannya impor daging sapi, meski populasi sapi cukup banyak di Indonesia.

Utamanya karena tak ada kepastian ketersediaan daging sapi.

Ketua Komite Tetap Industri Peternakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Yudi Guntara Noor mengatakan, populasi sapi yang banyak belum tentu menghasilkan daging sapi yang banyak.

Baca juga: Mentan Sebut Harga Daging Sapi Naik pada Mei 2021

"Karena kan daging sapi dihasilkan kalau sapinya dipotong," ujar Yudi dalam webinar Kerja Sama Indonesia-Australia dalam Industri Sapi dan Daging Sapi 2021, Senin (22/3/2021).

Sedangkan, kata Yudi, saat ini umumnya jenis peternakan di Indonesia bersifat social security.

Artinya, sapi baru akan dijual atau dipotong saat-saat tertentu seperti untuk kebutuhan finansial, kurban, hingga hajatan.

"Itu tidak jelas kapan, sedangkan konsumen baik di DKI, Jawa Barat, dan daerah lainnya itu ada industri, rumah tangga, serta horeka (hotel, restoran, kafe) yang setiap harinya membutuhkan pasokan daging," jelas dia.

Berdasarkan data BPS, konsumsi daging sapi di Indonesia terkosentrasi di lima wilayah.

Baca juga: Mendag Sebut Harga Daging Sapi Akan Naik Jelang Lebaran

Tertinggi pada DKI Jakarta sebanyak 6,38 kilogram per kapita per tahun dan di Nusa Tenggara Barat (NTB) 4,25 kilogram per kapita per tahun.

Kemudian, di Jawa Barat 3,47 kilogram per kapita per tahun, Jawa Timur 3,46 kilogram per kapita per tahun, dan Banten sebanyak 2,18 kilogram per kapita per tahun.

Secara nasional, total konsumsi daging sapi dan kerbau Indonesia sebesar 717.150 ton per tahun atau setara 2,66 kilogram per kapita per tahun.

"Secara nasional memang konsumsi daging sapi kita masih kurang, tapi dengan penduduk 270 juta orang, ini cukup besar untuk sebuah negara membutuhkan pasokan daging sapinya," kata Yudi.

Di sisi lain, pusat konsumsi daging sapi bukan berada di wilayah dekat dengan produsen sapi, melainkan di wilayah yang padat penduduk, terutama di perkotaan.

Baca juga: Pemerintah Tugaskan BUMN untuk Impor Daging, Ini Kata Asosiasi

Kondisi ini menjadi permasalahan bagi Indonesia untuk bisa menjamin pasokan dan distribusinya.

Menurutnya, wilayah sentra produksi sapi saat ini berada di NTB, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Jawa Timur. Sementara, DKI Jakarta dan Jawa Barat yang merupakan konsumen terbesar mendapat pasokan daging sapi dari luar wilayah.

"Jadi tidak semua yang pasar daging sapinya besar, punya populasi sapi yang besar. Ini menjadi masalah bagaiman alihkan daging sapi dan sapi hidup dari produsen ke konsumen," jelas dia.

Dengan kondisi demikian, lanjut Yudi, diperlukan upaya untuk tetap menjamin ketersediaan daging sapi dalam negeri.

Salah satunya impor sapi dan daging sapi dari negara yang memang memiliki pasokan dengan kepastian akan jumlah dan waktu pengadaan.

Baca juga: Pemerintah Impor Gula dan Daging Sapi untuk Kebutuhan Selama Ramadhan

Menurut dia, para pengusaha, baik itu di industri feedlot atapun importir daging sapi berupaya membantu pemerintah dalam penyediaan daging sapi di Indonesia, menghubungkan antara produsen dan konsumen.

"Jadi dengan adanya industri feedlot dan importir daging berperan dalam menyambungkan tumbuhnya permintaan di daerah-daerah konsumen dan menyampaikan daging-daging sapi dari produsen, baik produsen dalam negeri maupun dari negara lain," papar Yudi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com