Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[TREN SOSBUD KOMPASIANA] Dilema Mudik dan Depresi Pekerja | Jalan Panjang Pemudik Antarpulau | Geng Sekolah dan "Common Enemy"

Kompas.com - 05/05/2021, 04:04 WIB
Harry Rhamdhani

Penulis

KOMPASIANA---Sebelum diberlakukannya larangan mudik lebaran, ternyata sudah banyak orang yang memilih pulang kampung lebih cepat.

Seperti dikutip dari laporan kompas.com, sebanyak 11.000 orang meninggalkan Jakarta dengan menggunakan kereta api pada Senin (3/5/2021) lalu.

Sebagaimana yang sudah kita ketahui bahwa Pemerintah telah menetapkan larangan untuk melakukan mudik Lebaran 2021.

Lantas, apa yang membuat mereka tetap ingin tetap mudik?

1. Dilema Mudik dan Depresi Pekerja Akibat Terpisah Jauh

"Andai waktu bisa diputar kembali, lebih baik aku tidak mengambil pilihan itu," tulis Kompasianer Adolf Isaac Deda, saat mendengar temannya curhat.

Konteks dari cerita dari temannya Kompasianer Adolf Isaac Deda adalah keputusan untuk pindah kerja karena promosi jabatan.

Akan tetapi, karena pilihannya tersebut, membuatnya mesti berpisah cukup jauh dan lama dengan keluarga kecilnya yang baru dibina itu.

"Tahun berjalan hingga di tahun ke 5 penugasannya, yang belum belum juga dirotasi oleh manajemen ke kantor cabang awal, perasaan depresi mulai menderanya," lanjut temannya itu kepada Kompasianer Adolf Isaac Deda.

Puncak dari depresi ada di 2 tahun terakhir, ketika pandemi Corona makin menjepit. Tak ada lagi mudik, bahkan dilarang. (Baca selengkapnya)

2. Jalan Panjang Pemudik Antarpulau

Kompasianer Fauji Yamin terpaksa mesti pulang kampung lebih cepat: H-10 lebaran.

"Setelah santap sahur, pukul lima pagi, kami menuju Bastiong. Pelabuhan penyeberangan melayani penumpang kepulauan yang tidak bisa diakses lewat darat ataupun kapal sedikit besar," tulisnya, ketika hendak berangkat.

Namun, pada kesempatan mudik ini ada pengalaman yang baru pertama Kompasianer Fauji Yamin temui.

Ada begitu banyak tumpukan barang dan penumpang baik di atap maupun di dalam speed boat.

"Sebab, sebelum-sebelumnya saya hanya mendengat bahwa jika mendekati H-puasa penumpang sangat menbludak," lanjutnya. (Baca selengkapnya)

3. Geng Sekolah yang Terbentuk karena "Common Enemy"

Kompasianer Budi Susilo ingat kali pertama memiliki geng sekolah itu sewaktu masih SMP. Saat itu ikut geng sepeda BMX.

"Ketertarikan bersamanya adalah, aktif melatih keterampilan mengemudikan dan memenangkan lomba balap sepeda khusus di sirkuit tanah," tulis Kompasianer Budi Susilo, menceritakan masa lalunya itu.

Kesangan itu berlanjut hingga SMA, tetapi kali ini berbeda perkumpulan lagi yaitu sepeda motor.

"Bukan geng motor seperti sekarang yang cenderung berlaku negatif dan brutal, tapi geng sekolah yang lebih fokus kepada prestasi otomotif," lanjutnya.

Meraih piala pada berbagai lomba grass track di kota-kota sekitar merupakan bukti nyata. (Baca selengkapnya)

***

Ikuti beragam konten menarik lainnya di Kompasiana lewat subkategori Humaniora: Sosbud.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com