Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Begini Penjelasan Stafsus Sri Mulyani soal PPN Sembako

Kompas.com - 10/06/2021, 06:47 WIB
Mutia Fauzia

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berencana untuk mengenakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk kebutuhan pokok atau sembako. Wacana tersebut tertuang dalam Draf Revisi Kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

Di dalam draf revisi tersebut, sembako tak lagi termasuk dalam obyek yang PPN-nya dikecualikan.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo pun buka suara terkait hal tersebut. Melalui akun Twitter-nya, @prastow, ia tak membantah mengenai kemungkinan pemungutan PPN sembako.

Namun demikian, ia menegaskan, pemerintah tidak akan membabi buta dalam memungut pajak. Meski di sisi lain, pemerintah pun membutuhkan uang akibat pandemi yang turut memberikan dampak pada pendapatan negara.

Baca juga: Sembako Kena PPN, Pemerintah Janji Perkuat Bansos

"Kembali ke awal, nggak ada yg tak butuh uang, apalagi akibat hantaman pandemi. Tapi dipastikan pemerintah tak akan membabi buta. Konyol kalau pemulihan ekonomi yg diperjuangkan mati2an justru dibunuh sendiri. Mustahil!," jelas dia dalam kicauannya, Rabu (9/6/2021).

Yustinus pun telah mengizinkan Kompas.com untuk mengutip utasnya di Twitter tersebut.

Yustinus mengatakan, meski revisi RUU KUP mulai dirancang tahun ini, bukan berarti pemungutan pajak sembako akan dilakukan di tahun yang sama.

Di masa pandemi, pajak diarahkan sebagai stimulus. Artinya, penerimaan negara tertekan, di sisi lain belanja negara meningkat tajam. Untuk itu, secara bersamaan pemerintah pun mendesain kebijakan yang bisa menjamin keberlanjutan di masa yang datang.

Penerapan pungutan atas PPN Sembako untuk beberapa barang dan jasa yang sebelumnya dikecualikan pun menunggu ekonomi pulih secara bertahap.

"Di sisi lain pemerintah memperkuat perlindungan sosial. Semakin banyak keluarga mendapatkan bansos dan subsidi diarahkan ke orang. Maka jadi relevan: bandingkan potensi bertambahnya pengeluaran dengan PPN (misal 1 persen atau 5 persen), dengan bansos/subsidi yang diterima rumah tangga," jelas Yustinus.

Baca juga: Simak, Ini Daftar Sembako yang akan Dikenakan PPN

Di dalam Revisi UU KUHP tersebut dijelaskan, beberapa barang dan jasa yang dihapus dari pengecualian PPN yakni beberapa barang hasil tambang maupun hasil pengeboran yang semula tak dikenai PPN.

Namun, hasil tambang itu tak termasuk hasil tambang batu bara. Kemudian, pemerintah juga menambah obyek jasa baru yang akan dikenai PPN, antara lain jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan, dan jasa asuransi.

Kemudian jasa pendidikan, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa angkutan udara dalam dan luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, serta jasa pengiriman uang dengan wesel pos.

Yustinus menjelaskan, salah satu pertimbangan penting atas perluasan basis PPN serta kenaikan PPN yakni kinerja perpajakan RI yang cenderung masih rendah.

Ia mengatakan, kinerja perpajakan Indonesia masih lebih rendah dibandingkan Thailand dan Singapura di lingkup ASEAN. Bahkan di lingkup global, Indonesia masih lebih rendah ketimbang Afrika Selatan dan Argentina.

Baca juga: Pemerintah Bakal Tarik PPN Sembako, Apa Untung Ruginya?

"Tentu saja ini tantangan: peluang dan ruang masih besar, maka perlu dipikirkan ulang mulai sekarang. Ini pertimbangan pentingnya," ujar Yustinus.

Beberapa negara juga diketahui melakukan penataan ulang sistem PPN baik melalui perluasan basis pajak serta penyesuaian tarif. Yustinus mencatat, ada 15 negara yang menyesuakan tarif PPN untuk membiayai penanganan pandemi. Rata-rata tarif PPN di 127 negara adalah 15,4 persen. Sementara, tarif PPN di Indonesia cenderung lebih rendah, yakni 10 persen.

"Mohon terus dikritik, diberi masukan, dan dikawal. Ini masih terus dikaji, dipertajam, dan disempurnakan. Pada waktunya akan dibahas dg DPR. Jika disetujui, pelaksanaannya memperhatikan momen pemulihan ekonomi. Kita bersiap utk masa depan yg lebih baik," kata Yustinus.

Baca juga: Seputar Pajak Pertambahan Nilai: Obyek PPN dan Barang Tak Kena PPN

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Whats New
Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Whats New
Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Work Smart
Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Whats New
Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Whats New
Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Whats New
Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Earn Smart
Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Whats New
Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Whats New
Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Whats New
Pasar Kripto Berpotensi 'Rebound', Simak Prospek Jangka Panjangnya

Pasar Kripto Berpotensi "Rebound", Simak Prospek Jangka Panjangnya

Earn Smart
Asosiasi 'Fintech Lending' Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

Asosiasi "Fintech Lending" Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

Whats New
Pihak Minimarket Diminta Ikut Tanggung Jawab Keamanan Parkir, Asosiasi: Kami Sudah Pasang CCTV dan Beri Peringatan

Pihak Minimarket Diminta Ikut Tanggung Jawab Keamanan Parkir, Asosiasi: Kami Sudah Pasang CCTV dan Beri Peringatan

Whats New
Pasar Kripto 'Sideways', Simak Tips 'Trading' untuk Pemula

Pasar Kripto "Sideways", Simak Tips "Trading" untuk Pemula

Earn Smart
Sederet Langkah Kemenhub Pasca Kasus Kekerasan di STIP Jakarta

Sederet Langkah Kemenhub Pasca Kasus Kekerasan di STIP Jakarta

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com