Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Emir Moeis Jadi Komisaris di Anak Perusahaan Pupuk Indonesia

Kompas.com - 05/08/2021, 14:15 WIB
Akhdi Martin Pratama

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan narapidana kasus korupsi Izedrik Emir Moeis diangkat menjadi salah satu komisaris di PT Pupuk Iskandar Muda (PIM).

Perusahaan tersebut merupakan anak usaha PT Pupuk Indonesia (Persero). PT Pupuk Indonesia sendiri adalah perusahaan BUMN.

Profil mantan anggota DPR RI dari Fraksi PDI-P itu sendiri telah dimuat di laman resmi PT PIM.

Baca juga: Erick Thohir Rombak Jajaran Komisaris IFG

Mengutip laman resmi perusahaan, Emir Moeis diangkat menjadi komisaris sejak 18 Februari 2021 lalu. Dia ditunjuk sebagai komisaris oleh para pemegang saham PT PIM.

Profil Emir Moeis

Emir Lahir di Jakarta pada tanggal 27 Agustus 1950. dia menyelesaikan gelar sarjana dari Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Bandung tahun 1975.

Pada 1984 menuntaskan studi pasca sarjana MIPA Universitas Indonesia. Memulai karir pada tahun 1975 sebagai dosen di Fakultas Teknik Universitas Indonesia dan Manager Bisnis di PT Tirta Menggala.

Menjabat sebagai Direktur Utama di beberapa perusahaan swasta pada tahun 1980 – 2000. Selanjutnya pada tahun 2000 -2013 menjabat sebagai salah satu anggota DPR RI.

Terjerat Kasus Korupsi

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi telah menjatuhkan vonis tiga tahun penjara terhadap kader PDI-P, Izedrik Emir Moeis pada 2014 lalu, yang dijerat dalam kasus suap proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Tarahan, Lampung, tahun 2004.

Dia divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan penjara.

Baca juga: Kasus Penimbunan Pupuk Bersubsidi di Blora, Ini Tanggapan Pupuk Indonesia

Hakim menilai Emir yang saat itu menjadi anggota Komisi VIII DPR saat itu terbukti menerima USD 357.000 dari PT Alstom Power Incorporated Amerika Serikat dan Marubeni Incorporate Jepang melalui Presiden Pacific Resources Inc. Pirooz Muhammad Sarafi.

Emir dianggap melanggar Pasal 11 Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001. Putusan itu lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni 4 tahun 6 bulan penjara dan membayar denda Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan penjara.

Hakim menjelaskan, Emir menerima uang dari konsorsium Alstom yang ditransfer ke rekening perusahaan anak Emir yaitu PT Arta Nusantara Utama (ANU) secara bertahap.

"Total yang diterima terdakwa adalah 357.000 dollar AS. Maka, unsur menerima hadiah atau janji telah terpenuhi," ujar Hakim Soafialdi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (14/4/2014).

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com