Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hilirisasi Logam Tanah Jarang Belum Optimal, Ini Kendalanya

Kompas.com - 21/08/2021, 13:35 WIB
Heru Dahnur ,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

PANGKALPINANG, KOMPAS.com - Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Erzaldi Rosman mengatakan, pemerintah daerah saat ini membutuhkan regulasi khusus terkait hilirisasi Logam Tanah Jarang (LTJ).

Regulasi dibutuhkan sehingga daerah penghasil LTJ seperti Kepulauan Bangka Belitung tidak dirugikan. Sementara di sisi lain, cadangan energi nasional juga akan terlindungi.

"Kami telah berupaya dengan Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Mineral Ikutan dan Produk Samping Timah. Namun, dengan terbitnya UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba, menyebabkan perda tersebut otomatis tidak berlaku," kata Erzaldi.

Baca juga: Disinggung Luhut Jadi Incaran Dunia, Apa Itu Rare Earth?

Pernyataan itu disampaikan Erzaldi saat kegiatan Round Table Discussion Hilirisasi Mineral dan LTJ untuk Pertumbuhan Ekonomi yang diselenggarakan Lembaga Kajian Nasional (LKN) secara virtual, Kamis (19/8/2021).

Erzaldi khawatir bila tidak cepat ada regulasi lain yang mengikat, maka akan berdampak pada Bumi Serumpun Sebalai sendiri.

Sebagaimana diketahui, Bangka Belitung merupakan bagian dari The Indonesian Tin Belt yang sangat berkaitan dengan LTJ.

"Jangan sampai cadangan kita habis karena ada sebagian dijadikan negara lain sebagai cadangannya. Dimanfaatkan sembari mereka mengembangkan teknologi yang mumpuni, kita butuh regulasi yang kuat dan pengawasan yang ketat," ujar Erzaldi.

Saat ini, Pemprov Babel telah membuat Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional tahun 2015-2025 khusus LTJ. Kawasannya juga sudah ditentukan yakni di kawasan Sadai, Bangka Selatan.

"Sudah ada beberapa perusahaan yang memurnikan, namun kegiatan ini belum sepenuhnya diperkuat dengan regulasi dari pemerintah. Mendorong industri permurnian tersebut, dan apabila perlu swasta dilibatkan," ujar dia.

Sementara itu, Alwin Albar dari PT Timah Tbk menuturkan, estimasi kemampuan produksi monasit PT Timah adalah 1000-2000 ton per tahun.

"Dalam hal pengumpul sebagai korporasi, PT Timah tetap mempertimbangkan perekonomian dan kami siap membangun hilirisasi jika ada teknologi yang proven kapasitas feed 1000 ton per tahun," ungkap Alwin.

Baca juga: Luhut: Rare Earth Banyak Diekspor Secara Ilegal

Diakui Alwin, pihaknya kesulitan menghasilkan LTJ karena keterbatasan informasi dan teknologi. Adapun saat ini teknologi komersil pengolahan monasit masih dikuasai China.

PT Timah mengaku kesulitan dalam memperoleh teknologi pengolahan monasit secara komersial.

"Untuk itu, perlu dukungan pemerintah untuk memperolah teknologi hilirisasi selanjutnya," ungkapnya.

Menanggapi hal tersebut, Staf Khusus Menteri ESDM Irwandy Arif mengatakan, saat ini LTJ asal Bangka Belitung menjadi prioritas.

Karena itu, pemerintah pusat akan terus mendorong percepatan aturan terkait LTJ.

"Dalam percepatan pembentukan aturan tersebut ada hal yang tidak bisa ditawar yakni masalah lingkungan, untuk itu perlu sinergitas Kementerian KLHK serta pihak terkait lain," ujar dia.

Ia juga mengatakan bahwa pemanfaatan LTJ menjadi pekerjaan rumah karena ada beberapa hal yang harus dilakukan secara beriringan, yakni peningkatan sumber daya manusia dan teknologi terapan hilirisasi mineral yang mumpuni.

Baca juga: Seperti Apa Keberadaan Logam Tanah Jarang di Indonesia, Ini Kata ESDM

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com