Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bengkak, Biaya Kereta Cepat Kini Lebih Mahal daripada Tawaran Jepang

Kompas.com - Diperbarui 15/10/2021, 13:32 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung tengah jadi sorotan. Ini karena beberapa BUMN yang menggarap proyek tersebut kondisi keuangannya tengah mengap-mengap.

Selain itu, proyek tersebut terancam mangkrak karena biaya pengerjaanya membengkak menjadi 8 miliar dollar AS atau setara Rp 114,24 triliun.

Padahal sebelumnya, PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) melakukan estimasi biaya pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung adalah sebesar 6,07 miliar dollar AS. 

Dengan demikian, setelah perkiraan pembengkakan anggaran mencapai 8 miliar dollar AS, artinya terdapat kenaikan sekitar 1,9 miliar dollar AS atau setara Rp 27,09 triliun.

Baca juga: Kenapa Kereta Cepat Jakarta-Bandung Dijuluki Proyek Nanggung?

Sebagai rencana menyelamatkan proyek kerja sama Indonesia-China itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemudian meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung.

Dalam Pasal 4 Perpres Nomor 93 Tahun 2021, Jokowi mengizinkan penggunaan dana APBN untuk membiayai Kereta Cepat Jakarta Bandung. Padahal sebelumnya, Jokowi beberapa kali tegas berjanji untuk tidak menggunakan uang rakyat sepeser pun untuk mega proyek tersebut.

Tawaran Jepang lebih murah

Menilik ke belakangan, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung sebenarnya pertama kali diajukan Jepang. Negeri Sakura itu menawarkan proposal pembangunan ke pemerintah Jokowi melalui Japan International Cooperation Agency (JICA).

Saking seriusnya menawarkan proyek tersebut, JICA bahkan telah menggelontorkan modal sebesar 3,5 juta dollar AS sejak 2014 untuk mendanai studi kelayakan.

Baca juga: Plus Minus Jakarta-Bandung Naik KA Argo Parahyangan Vs Kereta Cepat

Nilai investasi kereta cepat berdasarkan hitungan Jepang mencapai 6,2 miliar dollar AS, di mana 75 persennya dibiayai oleh Jepang berupa pinjaman bertenor 40 tahun dengan bunga 0,1 persen per tahun. 

Belakangan di tengah lobi Jepang, tiba-tiba saja China muncul dan melakukan studi kelayakan untuk proyek yang sama. Hal itu rupanya mendapat sambutan baik dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat itu, Rini Soemarno. 

Jalur kereta cepat Tokaido Shinkansen di Jepang yang menjadi jalur kereta api berkecepatan tinggi pertama di dunia.Wikimedia Commons/Tansaisuketti Jalur kereta cepat Tokaido Shinkansen di Jepang yang menjadi jalur kereta api berkecepatan tinggi pertama di dunia.

Rini bahkan menandatangani nota kesepahaman kerja sama dengan Menteri Komisi Pembangunan Nasional dan Reformasi China Xu Shaoshi pada Maret 2016.

China kemudian menawarkan nilai investasi yang lebih murah, yakni sebesar 5,5 miliar dollar AS dengan skema investasi 40 persen kepemilikan China dan 60 persen kepemilikan lokal, yang berasal dari konsorsium BUMN. 

Baca juga: Beda dari Jokowi, Malaysia Pilih Batalkan Proyek Kereta Cepat meski Merugi

Dari estimasi investasi tersebut, sekitar 25 persen akan didanai menggunakan modal bersama dan sisanya berasal dari pinjaman dengan tenor 40 tahun dan bunga 2 persen per tahun. 

Selain itu, China menjamin pembangunan ini tak menguras dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia. 

Penegasan semua biaya Kereta Cepat Jakarta Bandung tanpa uang APBN kemudian disahkan pemerintah Jokowi lewat penerbitan Perpres Nomor 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung.

Halaman:


Terkini Lainnya

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Whats New
17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

Whats New
Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Rilis
Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya 'Serok'?

Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya "Serok"?

Earn Smart
Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Whats New
Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Whats New
Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Spend Smart
PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

Whats New
Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Whats New
Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com