Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani: Tiap Krisis, Keuangan Negara Selalu Alami Beban Paling Berat...

Kompas.com - 24/10/2021, 13:07 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, keuangan negara selalu mengalami beban paling besar ketika terjadi krisis.

Bendahara negara ini menjelaskan, keuangan negara atau APBN selalu yang mendapat beban paling besar di tiga krisis terakhir meskipun latar belakang krisisnya berbeda.

Tiga krisis tersebut adalah krisis moneter tahun 1997-1998, krisis Bank Century tahun 2008, dan pandemi Covid-19 tahun 2020.

"Kalau Anda lihat, krisisnya beda-beda. Tapi ujungnya semuanya sama, keuangan negara yang mengalami beban paling besar. At the end, itu yang disebut the real last resort, itu selalu keuangan negara," kata Sri Mulyani dalam Peluncuran Buku 25 Tahun Kontan secara virtual, Minggu (24/10/2021).

Baca juga: Sri Mulyani Ingatkan soal Prokes karena Pemerintah Sudah Gelontorkan Ratusan Triliun untuk Covid-19

Saat pandemi Covid-19, APBN digelontorkan untuk meningkatkan ragam bantuan sosial (bansos) untuk warga miskin. Begitu pun memberikan relaksasi pembayaran pajak untuk UMKM dan korporasi.

Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) langsung memberikan relaksasi/keringanan pembayaran kredit melalui restrukturisasi kredit perbankan. Regulasi OJK ini didasarkan pada praktek regulator di luar negeri agar bank lebih resilient.

"Lagi-lagi keuangan negara. Jadi negara hadir membantu neraca yang berjatuhan (neraca rumah tangga hingga neraca industri) untuk masyarakat yang tidak punya tabungan, kehilangan pekerjaan, kita naikkan bansos besar sekali, terutama kesehatan," tutur Sri Mulyani.

Tanpa bantuan APBN kata Sri Mulyani, warga akan jatuh lebih dalam. Masyarakat tidak lagi memiliki sumber pendapatan ketika kegiatan ekonomi terpaksa berhenti akibat pandemi Covid-19. Ujung-ujungnya, perbankan akan kesulitan dan negara pula yang menanggung beban tersebut.

Adapun dengan stimulus dan reformasi dari krisis sebelumnya, perbankan justru lebih kuat ketika pandemi Covid-19 menghantam. Hal ini terlihat dari cadangan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) yang mencapai dobel digit.

"Maka (dalam krisis) yang ketiga ini bank sudah relatif kuat karena belajar dari dua krisis. Bank itu CAR tinggi, prudential regulationnya cukup sangat prudent," ujar dia.

Lebih lanjut wanita yang akrab disapa Ani ini menyampaikan, pemerintah perlu mengejar pendapatan ketika negara sehat. Sebab, keuangan negara harus mampu mengantisipasi setiap krisis yang terjadi.

Pandemi kata dia, bukanlah awal dan akhir dari krisis dunia. Masih ada kemungkinan besar krisis-krisis lain datang kembali dalam beberapa tahun ke depan, termasuk perubahan iklim hingga disrupsi digital.

"Makanya waktu ekonomi bagus, kita tetap harus akumulasi atau mengisi amunisi, defisit kita turunkan sehingga kita punya yang disebut fiscal space. Begitu terjadi hantaman, fiscal space itu yang dipakai," pungkas Ani.

Baca juga: Sri Mulyani Wanti-wanti 3 Fenomena Global yang Bikin Negara Jadi Winner atau Loser

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com