Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Lingkungan: Desakan Perubahan Iklim Pelaku Industri RI Belum Gas Pol

Kompas.com - 02/11/2021, 12:22 WIB
Ade Miranti Karunia,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Environment, Social & Governance (ESG) dan pembangunan berkelanjutan dari National Center for Sustainability Reporting (NCSR) Indonesia Stella Septania mengatakan, urgensi dan risiko perubahan iklim terhadap keberlanjutan kehidupan global belum sepenuhnya jadi prioritas bagi kebanyakan pelaku industri di Indonesia

Padahal, Dana Moneter Internasional (IMF) di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim COP26, Glasgow menyerukan desakan kepada pemimpin dan industri dunia untuk menunjukan komitmen, target dan ambisi yang lebih agresif demi menekan laju pemanasan global yang dapat menyebabkan krisis iklim.

Baca juga: Kadin Bakal Bantu Pemerintah Penuhi Komitmen soal Perubahan Iklim

IMF menyebutkan, bila tidak ditanggapi dan dimitigasi dengan serius oleh seluruh negara di dunia, perubahan iklim akan jadi ancaman besar bagi stabilitas makroekonomi dan keuangan global.

"Jujur saja, saat ini bila bicara soal perubahan iklim, para pelaku dunia bisnis Indonesia itu masih di kulit-kulitnya saja, masih di tahap awal. Belum gas pol. Belum benar-benar sampai mendarah daging dari komitmen, strategi, implementasi, KPI, sampai kompetensi SDM-nya yang disiapkan untuk memitigasi betul ancaman krisis iklim ini," kata Stella dalam keterangan tertulisnya, Selasa (2/11/2021).

Perubahan iklim telah menjadi perhatian ilmuwan dunia sejak lama.

Saat ini juga menjadi perhatian para pemimpin dunia melalui pertemuan tingkat tinggi yang juga dihadiri oleh Presiden Joko Widodo di Glasgow, Scotlandia sejak 31 Oktober hingga 12 November 2021.

Stella bilang, saat ini seluruh dunia sedang memutar otak untuk menghindari kenaikan suhu bumi lebih dari 1,5 derajat celsius.

Baca juga: Bertemu PM Inggris, Luhut Bawa Isu Perubahan Iklim dan Energi Baru Terbarukan

Bila ambang batas kenaikan suhu itu terlewati maka efeknya akan katastropik.

Dampaknya, ekonomi dan sosialnya akan lebih dashyat dari pandemi Covid-19. Akan terjadi kenaikan air laut yang akan menenggelamkan kota-kota pesisir.

Cuaca ekstrim akan lebih sering terjadi dengan skala yang lebih dashyat.

"Dengan laju emisi karbon kita sekarang, suhu bumi bisa naik hingga 4 derajat Celcius. Padahal kenaikan suhu bumi di 2 derajat Celcius saja adalah death sentence bagi beberapa negara," kata dia.

Stella menyayangkan pelaku bisnis dan industri di berbagai belahan dunia masih terus mencari bentuk, mekanisme, dan kesepakatan, dan belum tancap gas untuk melakukan transisi ke low-carbon economy, tidak terkecuali di Indonesia.

Baca juga: Sri Mulyani: Indonesia Butuh Dana Rp 6.734 Triliun untuk Atasi Perubahan Iklim

"Kalau bicara sekarang, semuanya masih siap-siap. kita belum climate-ready, belum punya strategi climate-resilience, dan masih sangat sedikit SDM kita yang climate-competent. Dan jika ditanya soal target dan ambisi penurunan emisi karbon ke kebanyakan pelaku industri, rata-rata masih suam-suam kuku," ucap dia.

Masuki Era Karbon

Sebagai pengamat, ia mendukung dengan kebijakan pemerintah melalui Kementerian Keuangan yang akan menerapkan pajak karbon pada 1 April 2022.

"Ini bisa mempercepat transisi kita ke low-carbon economy dan tentunya menjadi dorongan pada para pelaku industri kita untuk menjadi lebih climate conscious," ujar Stella.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

SMGR Kantongi Laba Bersih Rp 471,8 Miliar pada Kuartal I-2024 di Tengah Kontraksi Permintaan Semen Domestik

SMGR Kantongi Laba Bersih Rp 471,8 Miliar pada Kuartal I-2024 di Tengah Kontraksi Permintaan Semen Domestik

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di Bank Mandiri hingga BRI

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di Bank Mandiri hingga BRI

Whats New
Kasbon Digital Dinilai Bisa Jadi Solusi agar Karyawan Terhindar dari Pinjol

Kasbon Digital Dinilai Bisa Jadi Solusi agar Karyawan Terhindar dari Pinjol

Whats New
Pendapatan Usaha Garuda Indonesia Tumbuh 18 Persen di Kuartal I-2024

Pendapatan Usaha Garuda Indonesia Tumbuh 18 Persen di Kuartal I-2024

Whats New
Kuartal I-2024, Emiten Sawit Sumber Tani Agung Resources Cetak Pertumbuhan Laba Bersih 43,8 Persen

Kuartal I-2024, Emiten Sawit Sumber Tani Agung Resources Cetak Pertumbuhan Laba Bersih 43,8 Persen

Whats New
Pendaftaran CASN 2024, Instansi Diminta Segera Isi Rincian Formasi ASN

Pendaftaran CASN 2024, Instansi Diminta Segera Isi Rincian Formasi ASN

Whats New
Masuk Musim Panen, Bulog Serap 30.000 Ton Gabah Per Hari

Masuk Musim Panen, Bulog Serap 30.000 Ton Gabah Per Hari

Whats New
Pekerja Mau Sejahtera dan Naik Gaji, Tingkatkan Dulu Kompetensi...

Pekerja Mau Sejahtera dan Naik Gaji, Tingkatkan Dulu Kompetensi...

Whats New
Hindari Denda, Importir Harus Lapor Impor Barang Kiriman Hasil Perdagangan dengan Benar

Hindari Denda, Importir Harus Lapor Impor Barang Kiriman Hasil Perdagangan dengan Benar

Whats New
Pendaftaran Seleksi CASN Dibuka Mei 2024, Menpan-RB Minta Kementerian dan Pemda Percepat Input Formasi Kebutuhan ASN

Pendaftaran Seleksi CASN Dibuka Mei 2024, Menpan-RB Minta Kementerian dan Pemda Percepat Input Formasi Kebutuhan ASN

Whats New
IHSG Turun 0,84 Persen di Awal Sesi, Rupiah Bangkit

IHSG Turun 0,84 Persen di Awal Sesi, Rupiah Bangkit

Whats New
Harga Emas Terbaru 2 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 2 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Kamis 2 Mei 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Kamis 2 Mei 2024

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Kamis 2 Mei 2024, Harga Jagung Tk Peternak Naik

Harga Bahan Pokok Kamis 2 Mei 2024, Harga Jagung Tk Peternak Naik

Whats New
CIMB Niaga Cetak Laba Sebelum Pajak Rp 2,2 Triliun pada Kuartal I-2024

CIMB Niaga Cetak Laba Sebelum Pajak Rp 2,2 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com