Oleh: Juvenco Pelupessy
HIDUP di era modern membuat manusia sangat bergantung pada teknologi. Sebut saja di kondisi pandemi COVID-19 ini, sebagian besar aktivitas masyarakat seperti bekerja, belajar, terutama berkomunikasi sangat tidak terlepas dari peran teknologi dan telekomunikasi.
Keadaan ini mendorong pemenuhan kebutuhan alat kolaborasi serta solusi konektivitas yang lebih baik sehingga kebutuhannya pun terus meningkat seiring waktu. Tak heran jika layanan Business to Business (B2B) berbasis teknologi berkembang pesat dan menjadi incaran para pemodal ventura.
Tidak hanya perusahaan telekomunikasi yang berkembang pesat, tetapi perusahaan teknologi finansial (FinTech) juga meraup pasar global yang masif belakangan ini. Semakin banyak FinTech yang berfokus pada layanan B2B menawarkan kemudahan persebaran layanan perbankan, mulai dari alat keuangan untuk usaha mikro dan menengah hingga solusi yang berfokus pada peningkatan arus kas atau pengelolaan persyaratan akuntansi. Di Indonesia sendiri, penetrasi industri keuangan digital juga kian melejit.
Melansir Kominfo, data yang dihimpun Bank Indonesia menunjukkan bahwa rata-rata nilai transaksi uang elektronik pada Januari hingga Juli 2020 mencapai Rp16,7 triliun per bulan. Nilai ini menunjukkan adanya peningkatan sebesar 59 persen per tahun (year on year/yoy) dengan nilai transaksi tertinggi Rp17,5 triliun seiring berlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jakarta kala itu. Bayangkan berapa besar pertumbuhannya di tahun 2021 ini dengan situasi pandemi yang tak kunjung mereda.
Hal itu diperkuat oleh laporan e-Conomy SEA 2020 oleh Google, Temasek, dan Bain & Company yang menunjukkan bahwa nilai ekonomi berbasis internet di Asia Tenggara diperkirakan akan mencapai 105 miliar USD atau sekitar Rp1.475 triliun. Sementara Indonesia menyumbang sebesar Rp619 triliun di antaranya. Nilai ekonomi digital di Indonesia tumbuh 11 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Data tersebut mampu menunjukkan bahwa layanan keuangan daring mampu memenuhi kebutuhan pengguna dengan sangat baik dibandingkan alternatif tatap muka atau luring lainnya. Mengingat semakin banyak jumlah lembaga keuangan lokal dan global yang ingin meningkatkan teknologi sekaligus infrastruktur, maka kemungkinan akan terus ada investasi yang signifikan di bidang ini hingga tahun 2021.
Hal ini juga berlaku bagi perusahaan B2B berbasis teknologi lainnya yang tentunya memiliki peran penting dalam mempermudah aktivitas atau kegiatan manusia masa kini. Saat menciptakan produk peranti lunak misalnya, perusahaan harus berkomitmen untuk melakukan pemutakhiran teknologi. Salah satunya menyangkut jaminan keamanan privasi atau data penggunaanya, yang mungkin sulit dilakukan banyak usaha lain.
Risiko relatif lebih rendah
Kebanyakan pemasar cenderung mengenal perusahaan besar berbasis layanan langsung ke konsumen (B2C), seperti restoran makanan cepat saji, industri mode, atau merek dagang elektronik. Namun, yang mereka tidak tahu adalah bahwa meskipun pasar B2B jumlahnya lebih kecil, tetapi mereka memiliki lebih banyak target pasar dan mampu menghasilkan keuntungan lebih dibandingkan perusahaan B2C.
Oleh sebab itu, belakangan ini layanan B2B memang tengah naik daun di lingkup investasi seiring dengan perkembangan model bisnis daring atau perdagangan elektronik (e-commerce). Lantas memang tidak mengherankan jika bisnis B2B menjadi area investasi modal ventura yang berkembang pesat.
Berbagai tekanan akibat pandemi dapat menjadi salah satu faktor yang meningkatkan keinginan investor untuk berinvestasi di ranah perusahaan rintisan B2B. Terjadinya krisis global serta peningkatan angka pengangguran saat ini menjadikan sektor B2B lebih unggul sebab kemampuannya menawarkan perlindungan yang lebih baik bagi pemodal ventura dibandingkan perusahaan B2C yang bernilai tinggi, tetapi juga memiliki risiko yang lebih besar.
Sebagai contoh, kita kembali berbicara tentang perusahaan tekfin (financial technology) B2B. Jenis usaha ini muncul untuk menyediakan produk berupa peranti lunak yang menjadi solusi perusahaan lain untuk mengefisiensikan proses bisnis dari sisi finansial dan berbagai sumber daya agar dapat tetap menjalankan bisnis meski di tengah krisis akibat pandemi.
Dengan begitu, investasi di bidang tersebut juga akan melonjak seiring dengan kebutuhan terhadap produk layanan yang juga semakin meningkat. Dengan kata lain, secara teoritis, perusahaan B2B dianggap menawarkan lebih sedikit risiko bagi investor, terutama di tengah lesunya perekonomian dewasa ini.
Tren dan Keuntungan Stabil