JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah akan membentuk badan layanan umum (BLU) yang membawahi sektor batu bara. Hal ini untuk bisa memfasilitasi PT PLN (Persero) membeli batu bara dengan mengikuti pergerakan harga pasar.
Selama ini, PLN membeli batu bara dengan skema domestic market obligation (DMO) yakni seharga 70 dollar AS per metrik ton.
Maka artinya akan ada selisih harga ketika PLN membeli sesuai harga pasar yang saat ini lebih tinggi dari DMO.
Baca juga: Nasib PLN Batubara Diputuskan Tahun Ini, Dimerger atau Dibubarkan
Rencananya, perusahaan batu bara wajib membayarkan pungutan kepada BLU, lalu pungutan itu digunakan sebagai kompensasi untuk selisih harga yang dikeluarkan oleh PLN karena membeli batu bara dengan harga pasar.
Adapun rencana perubahan skema tersebut diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Baca juga: Soal Pembubaran PLN Batubara, Kementerian BUMN: Supaya Pengadaan Batu Bara Efisien
Terkait hal tersebut, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, rencana pembuatan BLU batu bara menjadi pembahasan di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi serta Kementerian ESDM.
Oleh sebab itu, pihaknya memastikan akan mengikuti kebijakan yang diputuskan.
"Jadi kalau kami dari kementerian BUMN dan PLN hanya mengikuti kebijakan itu," ujarnya dalam konferensi pers di Kementerian BUMN, Rabu (19/1/2022).
Baca juga: Luhut Minta Erick Thohir Bubarkan PT PLN Batubara
Menurutnya, pembahasan mengenai pengadaan pasokan batu bara PLN pernah ia ikuti pada Januari 2021 lalu. Saat itu, memang belum ada pembahasan mengenai BLU, melainkan pembelian batu bara masih mengikuti DMO namun dapat disesuaikan jika harga pasar di bawah DMO.
Selain itu, kontrak pembelian dari perusahaan batu bara akan dilakukan jangka panjang seperti 3-5 tahun, namun harga pembeliannya bisa dievaluasi setiap tahun.
"Maka kalau memang ternyata ada BLU ya kami PLN mengikuti, tapi kalau tidak ada BLU ya kita kembali ke rapat Januari 2021," kata dia.
Baca juga: Permintaan Batu Bara Turun, Ekspor Desember Terkoreksi 2,04 Persen