Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Luhut Merasa Jadi "Sasaran Tembak" Polemik Harga Tiket Candi Borobudur

Kompas.com - 10/06/2022, 13:32 WIB
Ade Miranti Karunia,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan kembali jadi sorotan publik dan sasaran kritik. Kali ini karena pernyataannya terkait dengan rencana kenaikan harga tiket naik Candi Borobudur.

Belum lama ini, Luhut mengungkapkan rencana kenaikan harga tiket naik ke objek wisata tersebut jadi Rp 750.000 per orang bagi turis lokal atau domestik. Sementara bagi wisatawan mancanegara dikenakan biaya masuk 100 dollar Amerika Serikat (AS) atau Rp 1,4 juta lebih, dan untuk pelajar Rp 5.000.

Tak hanya itu, pengunjung yang diperbolehkan naik ke Candi Borobudur juga akan dibatasi 1.200 orang per hari. Hal itu dinilai perlu dilakukan untuk mencegah kerusakan parah struktur bangunan warisan budaya dunia itu.

Baca juga: Naikkan Harga Tiket Masuk Candi Borobudur Jadi Rp 750.000, Ini Alasan Luhut

Banjir kritik

Pernyataan Luhut soal rencana kenaikan harga tiket Candi Borobudur menuai kritik. Anggota Komisi II DPR RI Prasetyo Hadi menilai kenaikan harga tiket Candi Borobudur jadi Rp 750.000 kurang tepat karena dinilai akan membebani masyarakat.

Menurutnya, rencana itu tidak sejalan dengan prinsip pemerintah dalam upaya pemulihan ekonomi nasional.

Selain itu, alasan pemerintah menaikkan harga tiket karena untuk menjaga kelestarian situs bersejarah di dunia tersebut dinilai tidak logis.

Baginya, ada cara-cara yang lebih logis untuk menjaga kedisiplinan turis selama berada di area wisata agar kelestarian candi tetap terjaga dengan baik.

"Kurang tepat apabila Pak Luhut menilai kenaikan harga ini sebagai langkah pelestarian candi. Ada cara-cara yang lebih logis untuk menjamin kelestarian candi, misalnya melalui edukasi dan komitmen menjaga sikap disiplin dan tidak melanggar aturan selama berada di area candi yang tertulis di setiap lembar tiket," kata Prasetyo, seperti dikutip dari laman resmi DPR, Senin (6/6/2022).

Baca juga: Harga Tiket Candi Borobudur Naik Rp 750.000, DPR: Tidak Masuk Akal Kalau Alasannya Konservasi

Legislator Dapil Jawa Tengah VI tersebut mengusulkan agar wisatawan yang terbukti melanggar aturan di Candi Borobudur dikenai denda atau sanksi sosial. Ia yakin sanksi tersebut dapat diterima publik dan tidak membebani rakyat.

Kritik juga disampaikan Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Sitorus. Menurut legislator PDI Perjuangan itu, pemerintah cukup membatasi jumlah pengunjung yang boleh naik ke Candi Borobudur diangka 1.200 orang, tak perlu menaikkan harga tiket.

"Lakukan saja kebijakan, siapa yang datang lebih dulu, boleh naik hingga jumlah maksimum yang ditetapkan. Atau siapa yang mendaftar lebih dulu melalui aplikasi, boleh naik. Akan lebih baik jika dikombinasikan antara yang datang lebih dulu dengan yang mendaftar lebih dulu melalui aplikasi, agar ada keadilan antara yang punya akses ke aplikasi dengan yang tidak," ujarnya.

Menurut Deddy, dengan menaikkan harga tiket Candi Borobudur, pemerintah terkesan lebih ke arah komersialisasi ketimbang konservasi. Baginya, kebijakan itu tidak berpihak ke masyarakat yang berpenghasilan pas-pasan.

Sementara itu, Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menilai, kenaikan harga tiket Candi Borobudur bukanlah upaya konservasi seperti yang disampaikan pemerintah, melainkan untuk kepentingan komersialisasi.

Baca juga: YLKI: Kenaikan Tiket Candi Borobudur Bukan untuk Konservasi tapi Komersialisasi

Pasalnya, kenaikan tarif tiket Candi Borobudur ini dinilai terlalu tinggi sehingga tidak semua kalangan masyarakat dapat mampu membayarnya.

"Kalau tarifnya selangit seperti ini, itu bukan untuk kepentingan konservasi, tapi untuk kepentingan komersialisasi. nanti hanya orang kaya saja yang bisa masuk," ucapnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Whats New
OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

Whats New
Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Whats New
Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Whats New
Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Whats New
Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Work Smart
Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Whats New
Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Whats New
Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Whats New
Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Earn Smart
Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Whats New
Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Whats New
Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Whats New
Pasar Kripto Berpotensi 'Rebound', Simak Prospek Jangka Panjangnya

Pasar Kripto Berpotensi "Rebound", Simak Prospek Jangka Panjangnya

Earn Smart
Asosiasi 'Fintech Lending' Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

Asosiasi "Fintech Lending" Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com