Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Romandelas Manurung
Pegawai Negeri Sipil

Analis Hukum Ahli Pertama / Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM RI

Mengenal Merek Terkenal dalam Kasus Starbucks vs "Starbucks"

Kompas.com - 13/09/2022, 12:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Majelis hakim dalam putusannya berpendapat terdapat persamaan pada pokoknya antara susunan, jumlah huruf, kesamaan bunyi dan ucapan antara merek Starbucks milik Starbucks Corporation dengan merek terdaftar “Starbucks” milik si perusahaan lokal.

Meskipun berbeda jenis produk yang diperdagangkan, hakim menganggap perbuatan tersebut patut diduga mengandung niat untuk meniru, menjilpak, atau mengikuti merek pihak lain (Starbucks) demi kepentingan usahanya yang dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat, mengecoh, atau menyesatkan konsumen.

Ekslusifitas merek terkenal

Hak ekslusif diberikan negara selama jangka waktu tertentu untuk menggunakan sendiri mereknya atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.

Dalam kasus Starbucks, pemilik merek terkenal juga dapat mengajukan gugatan pembatalan terhadap merek terdaftar pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis maupun tidak sejenis dengan persyaratan tertentu.

Pilihan lain juga dapat mengajukan gugatan penghentian semua perbuatan aktifitas perdagangan barang dan/atau jasa yang berkaitan dengan penggunaan merek terkenal secara tanpa hak.

Gugatan ini dilakukan guna mencegah atau menghentikan kerugian yang lebih besar terhadap pemilik merek terkenal baik dari sisi reputasi maupun komersialisasi.

Pemilik merek juga dapat melaporkan dugaan pelanggaran kepada penyidik kepolisian atau pejabat penyidik pengawai negeri sipil di bawah naungan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.

Menurut UU Merek, ancaman hukuman terhadap setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan merek yang sama keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain dipidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp 2 Miliar.

Sementara, apabila mengandung unsur persamaan pada pokoknya dapat dipidana penjara maksimal 4 tahun dan/atau denda maksimal Rp 2 Miliar.

Selanjutnya, apabila jenis barang yang diperdagangkan mengakibatkan gangguan kesehatan, gangguan lingkungan hidup, hingga kematian manusia dapat dipidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp 5 Miliar.

Terhadap pihak lain yang memperdagangkan barang, jasa dan/atau produk yang patut diduga hasil pelanggaran merek diancam pidana penjara maksimal 1 tahun dan/atau denda Rp 200 Juta.

Para pelaku usaha seharusnya sadar akan konsekuensi serius dari setiap perbuatan meniru, memalsukan, menjiplak, mendompleng atau memboncengi keterkenalan suatu merek terdaftar.

Sinergitas dan kesadaran publik

Sinergitas antarlembaga pemerintah dalam “memerangi” praktik pelanggaran HKI harus berbanding lurus dengan tingkat kesadaran publik.

Dalam konteks perdata, pemilik merek terkenal dapat melakukan gugatan ganti rugi, gugatan penghentian aktifitas perdagangan, hingga gugatan pembatalan melalui Pengadilan Niaga.

Sementara dalam konteks pidana, pemilik merek terkenal berdasarkan delik aduan dapat melaporkan dugaan tindak pidana kepada aparat penegak hukum.

Pembuat undang-undang juga memberikan ruang kepada pemilik untuk menempuh alternatif penyelesaian sengketa melalui mediasi untuk mencapai “win-win solution” guna memulihkan keadaan pemilik selaku korban.

Dengan demikian, diharapkan pelaku usaha dapat menciptakan persaingan usaha yang sehat dengan tetap menghormati HKI pihak lain!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com