SUDAH lebih satu setengah bulan sejak Presiden Joko Widodo memerintahkan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menteri BUMN Erick Thohir untuk menurunkan harga tiket pesawat.
Atau bahasa halusnya, mencari pemecahan yang terbaik terkait harga tiket pesawat sehingga tidak merugikan penumpang dan maskapai penerbangan.
Namun sampai saat ini, harga tiket pesawat masih tinggi, berada di batas atas dari tarif yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan.
Lalu, bagaimana resep Menteri Perhubungan dan Menteri BUMN untuk menekan harga tiket pesawat seperti perintah Presiden Jokowi?
Hampir serempak, keduanya mengajukan resep yang menurut mereka jitu, yaitu penambahan kapasitas penerbangan.
Baik itu dengan menambah jumlah pesawat maupun menambah frekuensi penerbangan oleh maskapai yang sudah ada dan syukur-syukur kalau ada maskapai baru yang muncul.
Setelah satu setengah bulan, seharusnya resep itu mulai menampakkan hasilnya. Namun kenapa sampai saat ini harga tiket pesawat tetap tidak turun? Benarkah penambahan kapasitas itu resep yang ampuh?
Sesuai hukum ekonomi, kalau barang yang beredar di masyarakat banyak, maka harganya akan turun karena ada persaingan antarbarang. Hal ini akan berlaku pada kondisi persaingan bisnis yang sehat antarprodusen.
Namun tidak berlaku jika pasarnya monopoli, yaitu produsennya hanya satu atau ada satu produsen yang mendominasi dari produsen lain.
Jika terjadi demikian, maka harga akan diatur oleh pemegang monopoli atau produsen yang dominan.
Produsen yang lain, biasanya akan mengikuti. Kalau tidak, produsen tersebut akan dimatikan oleh produsen yang dominan. Atau produsen tersebut akan dibuat tidak bisa bersaing dan lama-lama akan mati juga.
Terkait penambahan kapasitas, bagi maskapai yang sudah eksisting ada dua kemungkinan. Yaitu menambah frekuensi penerbangan dengan pesawat yang ada atau menambah pesawat untuk kemudian menambah frekuensi penerbangan.
Keduanya mempunyai konsekuensi, yaitu penambahan biaya dan penambahan sumber daya manusia. Karena jam kerja SDM penerbangan terutama pilot, pramugari dan teknisi dibatasi secara ketat oleh aturan internasional untuk menjaga keselamatan penerbangan.
Biaya operasional yang membengkak bisa ditutup oleh jumlah pemasukan dari tiket penumpang, dibantu dengan tiket kargo dan pemasukan lain-lain.
Namun jika dalam satu penerbangan jumlah penumpangnya sedikit, tentu saja pemasukan maskapai juga berkurang. Bahkan bisa saja rugi.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.