Sejumlah negara mitra dagang kita mengalami hal serupa. Yen Jepang, dolar Singapura, ringgit Malaysia, won Korsel, bahkan dengan yuan Tiongkok sejak Maret 2022 cenderung terdepresiasi terhadap dolar AS.
Kebijakan agresif The Fed yang terus menempuh suku bunga tinggi (hawkish) berpotensi terus menekan rupiah. Dampaknya, beban pembayaran utang pemerintah dan swasta yang berdenominasi dolar AS akan naik.
Kewajiban itu berpotensi mengoreksi kinerja perusahaan, termasuk pembelian barang dan jasa impor yang menggunakan dolar AS. Sebagai penggantinya, swasta akan menaikkan harga barang dan jasa.
Di dalam negeri kita juga harus mewaspadai meluasnya bencana hidrometerologi, seperti banjir dan tanah longsor. Curah hujan yang tinggi, dan area tangkapan air yang kian degradatif bisa memicu gagal panen meluas, dan mengoreksi ketersediaan stok pangan nasional.
Kunci kekuatan ekonomi kita bertumpu pada terjaganya daya beli rumah tagga, peningkatan investasi, dan ekspor. Bila ketiganya berkinerja baik, otomatis akan menggerakan berbagai lapangan usaha.
Sejak kuartal III 2021 sampai kuartal II 2022, konsumsi rumah tangga dan ekspor menunjukkan tren pertumbuhan, sedangkan investasi sedikit mengalami pelambatan, meskipun tetap menunjukkan pertumbuhan.
Semester I tahun 2022, ekonomi kita tumbuh 5,22 persen (yoy). Sebanyak 2,63 persen ditopang dari konsumsi rumah tangga, ekspor 1,45 persen, dan investasi 1,13 persen.
Untuk menjaga daya beli rumah tangga, terutama pada rumah tangga miskin, pasca-kenaikan harga BBM, pemerintah menambahkan anggaran program perlindungan sosial (perlinsos) sebesar Rp 18 triliun, sehingga total anggaran perlinsos tahun 2022 mencapai Rp 431,5 triliun.
Terbukti sebagai salah satu pilar pemulihan ekonomi semasa pandemi, program perlinsos mampu menurunkan tingkat kemiskinan. Pandemi Covid-19 melonjakkan angka kemiskian pada akhir 2020 menjadi 27,55 juta. Melalui intervensi program yang tepat pada Maret 2022 angka kemiskinan turun menjadi 26,16 juta penduduk, atau turun 1,39 juta penduduk.
Pada kelompok kelas menengah atas, penting bagi pemerintah untuk mengendalikan inflasi terhadap barang barang konsumsi, agar tumpuan mereka sebagai kekuatan konsumer terjaga dengan baik.
Baca juga: Sri Mulyani Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III-2022 Capai 5,5 Persen
Langkah pemerintah melakukan perluasan lahan untuk sorgum dan porang pengganti gandum, dan menargetkan percepatan swasembada jagung dan kedelai patut kita apresiasi. Terhadap ketiga komoditas di atas, nilai impor kita sangat besar.
Sepanjang Januari-Mei 2022, nilai impor gandum kita mencapai 1,65 miliar dolar. Pada tahun lalu kita impor kedelai mencapai 1,48 miliar dolar dan jagung mencapai 297,3 juta dolar.
Upaya pemerintah merevitalisasi BUMN Gula secara perlahan kita harapkan mengurangi impor gula senilai 2,38 miliar dolar pada tahun lalu. Termasuk berbagai program strategis lainnya untuk mengurangi impor daging, dan bawang putih.
Pemerintah juga harus mengambil langkah cepat untuk migrasi energi. Ketergantungan besar terhadap minyak dan gas bumi menjadi malapetaka tiap terjadi volatilitas harga minyak dan gas bumi.
Saya perkirakan kinerja ekspor pada kuartal III dan IV 2022 akan tetap membaik. Permintaan terhadap batu bara akan tinggi, terlebih sejumlah negara sub tropis telah memasuki musim dingin.