Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Nur
PNS Kementerian Keuangan

PNS Kementerian Keuangan

Menghindari Jebakan Pinjol dan Investasi Bodong

Kompas.com - 05/12/2022, 16:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MEREBAKNYA cerita mengenai orang-orang yang terjebak pinjaman online (Pinjol) sudah bukan berita baru di dunia maya.

Berbagai cerita menghiasi media massa, terutama didominasi oleh orang-orang yang terjebak oleh rentenir berkedok pinjol.

Kasus-kasus pinjol nakal dan ilegal seolah seperti hal yang lumrah dan jamak kita dengar.

Salah satu yang terbaru adalah kasus di mana sekira 116 mahasiswa menjadi korban pinjol di Bogor. Para korban dikatakan menderita total kerugian hingga berjumlah lebih dari Rp 2 miliar.

Miris sekali, jika kalangan mahasiswa yang seharusnya lebih melek informasi dan teknologi dapat begitu mudahnya tergiur dan terjebak pinjol.

Pelaku penipuan memang sudah tertangkap. Namun, apakah cukup begitu saja? Tentu saja tidak.

Kita seharusnya dapat bergerak lebih dalam untuk mengidentifikasi mengapa para remaja kita dapat sebegitu mudahnya diiming-imingi pinjol, dengan berbagai macam modusnya.

Mulai dari tawaran bunga yang sangat ringan (misal dikatakan di iklan bunga pinjaman hanya 0,1 persen per hari), angsuran hingga belasan bulan, limit pinjaman hingga puluhan juta rupiah (bahkan mencapai Rp 80 juta), dan seabreg tawaran menggiurkan lainnya.

Sementara itu, pada kasus penipuan kepada ratusan mahasiswa di Bogor, mereka dijanjikan keuntungan dari konsep bisnis hingga 10-15 persen (metro.tempo.co, 20 November 2022).

Rendahnya literasi keuangan

Jika ditelisik lebih lanjut, literasi keuangan generasi muda di Indonesia memang cukup rendah.

Menurut survei dari UNESCO yang dikutip dari situs Kementerian Komunikasi dan Informatika, tingkat literasi masyarakat Indonesia hanya di angka 0,001 persen atau dari seribu orang Indonesia hanya satu orang saja yang rajin membaca (kominfo.go.id).

Angka ini mendudukkan negeri kita di peringkat ke-60 dari 61 negara yang disurvei. Sangat miris dan memprihatinkan. Bahkan, masyarakat Indonesia juga dikatakan “ogah membaca tapi sangat cerewet di medsos” (bandung.kompas.com, 30 Mei 2022).

Sementara itu, dari perspektif literasi keuangan juga sama mirisnya. Berdasarkan data dari OJK pada 2019, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia hanya sebesar 38,03 persen atau dari setiap 100 orang hanya 38 orang saja yang paham dengan baik mengenai lembaga keuangan dan produk jasa keuangan (databoks.katadata.co.id, 26 September 2022).

Kedua data di atas menunjukkan bahwa minat masyarakat Indonesia pada aspek membaca perlu ditingkatkan agar kita tidak dengan mudah tertipu, tergiur, terjebak, dan terlena iming-iming investasi yang menjerat di sekeliling kita.

Pada dasarnya, sadar ataupun tidak dengan perkembangan internet maka data dan informasi pribadi kita dapat dengan mudah “dilacak” oleh pihak lain, misalnya penyedia layanan, aplikasi, games, dan sebagainya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com