Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gugat Menhub, Pengusaha Angkutan Penyeberangan Sebut Tarif Baru Memberatkan Bisnis

Kompas.com - 05/01/2023, 13:10 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (Gapasda) menilai kenaikan tarif yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor (KM) 184 Tahun 2022 akan memberatkan bisnis pelaku usaha di sektor ini.

Pada aturan terbaru itu ditetapkan bahwa kenaikan tarif angkutan penyeberangan sebesar 11 persen dengan pertimbangan memperhatikan daya beli pengguna angkutan penyeberangan. Namun, pihak Gapasda menilai setidaknya kenaikan tarif mencapai 20 persen.

Hal itu pula yang membuat Gapasda menggugat Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan dilayangkan Ketua Umum DPP Gapasdap Khoiri Soetomo dan Sekjen Gapasdap Aminuddin Rifai.

Baca juga: YLKI Minta Menhub Batalkan Wacana Tarif KRL Orang Kaya, Ini Alasannya

Penggugat meminta tergugat untuk mencabut Keputusan Menteri Perhubungan 184/2022 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Perhubungan 172/2022 tentang Tarif Penyeberangan Angkutan Penyeberangan Kelas Ekonomi Lintas Antarprovinsi dan Lintas Antarnegara.

Terkait gugatan tersebut, Menhub Budi Karya sempat menanggapi, bahwa pihaknya akan melawan Gapasdap secara hukum pula. Ia menilai, permintaan Gapasdap untuk kenaikan tarif sebesar 20 persen terlalu berlebihan.

"Kita akan lawan dan saya yakin bahwa apa yang kita lakukan bukan untuk kami tapi untuk masyarakat banyak," ujarnya kepada media di Stasiun Manggarai, Senin (26/12/2022) lalu.

Menurut Ketua Umum DPP Gapasdap Khoiri Soetomo, kondisi kenaikan tarif yang dibutuhkan asosiasinya telah dihitung bersama-sama stakeholder tarif, bahkan melibatkan pihak Kementerian Koordinator Bidang Kemaritimanan Investasi pada 2019 dengan Kementerian Perhubungan sebagai leader-nya.

Pada saat itu diputuskan kenaikan tarif sebesar 10 persen yang berlaku di tahun 2020. Namun, kenaikan itu tetap membuat tarif penyeberangan masih jauh untuk memenuhi harga pokok produksi (HPP).

"Setelah tarif dinaikkan sebesar 10 persen pada waktu itu, masih ada kekurangan terhadap HPP sebesar 35,4 persen. Kekurangan itu ditambah lagi dengan adanya kenaikan harga BBM pada 2022 sebesar 32 persen, sehingga kekurangan terhadap HPP menjadi lebih besar lagi," ujar Khoiri dalam keterangannya, Kamis (4/1/2023).

Maka dengan kenaikan tarif 11 persen yang masih rendah dari HPP, kebijakan tersebut memberatkan bisnis angkutan penyebarangan. Ia bilang, kondisi tersebut membuat banyak pengusaha tidak mampu membayar gaji karyawan tepat waktu.

Selain itu, beberapa perusahaan pun sudah berpindah kepemilikan atau diakuisisi karena tidak mampu membayar pinjaman perbankan. Serta, membuat banyak perusahaan yang tidak mampu memberikan pelayanan sesuai dengan standar keselamatan dan kenyamanan yang telah diatur oleh pemerintah.

"Justru dengan langkah yang kami ambil ini, kami ingin melindungi masyarakat. Kami ingin masyarakat mendapatkan jaminan keselamatan dan kenyamanan transportasi penyeberangan," katanya.

"Bagaimana jadinya jika secara terus menerus standar keselamatan terkurangi akibat ketidakmampuan pengusaha dalam menutup biaya? Hal ini justru sangat merugikan konsumen atau masyarakat itu sendiri," lanjut dia.

Khoiri menambahkan, terkait dampak secara ekonomi jika besaran kenaikan tarif sebesar 20 persen yang dianggap akan memicu kenaikan harga barang di masyarakat, pihaknya juga memiliki penghitungan terkait dampak tersebut.

Ia mencontohkan, pada truk pengangkut beras 30 ton di lintas Merak-Bakauheni, tarifnya saat ini adalah Rp 974.278. Jika tarifnya naik 20 persen maka akan menjadi Rp 1.169.133 atau naik sebesar Rp 194.855.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com