Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Outsourcing, Kontrak Kerja yang Dibuat di Era Megawati

Kompas.com - 11/01/2023, 09:10 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada 30 Desember 2022. Aturan ini menjadi pengganti UU Nomor 11 Tahun 2020 Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca juga: Investasi Jangka Pendek: Definisi, Jenis, dan Contohnya

Alasan pemerintah, penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan mendesak dalam mengantisipasi kondisi global, baik yang terkait ekonomi maupun geopolitik.

Sesuai Pasal 64 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian alih daya yang dibuat secara tertulis.

Selanjutnya, pemerintah akan menetapkan jenis pekerjaan yang bisa dialihdayakan tersebut melalui peraturan pemerintah.

Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar berpendapat, adanya kewenangan untuk menetapkan jenis-jenis pekerjaan yang bisa dialihdayakan melalui penerbitan PP berarti membuka ruang bagi pemerintah untuk merevisi aturan sebelumnya tentang pekerjaan alih daya.

Hal ini dikhawatirkan justru akan menimbulkan ketidakpastian bagi pekerja dan pengusaha.

Baca juga: Apa Perbedaan Dinar dan Dirham?

”Jika pemerintah tidak ingin substansi aturan pekerjaan alih daya kembali seperti UU No 13/2003, konsekuensinya adalah ada peluang pekerjaan inti bisa dialihdayakan. Apabila ini terjadi, akan muncul diskriminasi di tempat kerja,” kata Timboel dilansir dari Harian Kompas.

Sejauh ini, banyak serikat buruh menolak substansi Perppu No 2/2022. Mengenai pekerjaan alih daya, para serikat pekerja menyatakan seharusnya pemerintah menegaskan jenis dan jumlah pekerjaan yang boleh dialihdayakan dan yang tidak. Seperti diketahui, ketentuan alih daya dalam UU No 13/2003 terletak pada Pasal 64, 65, dan 66.

Pada Pasal 64 UU No 13/2003 disebutkan, perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.

Kemudian, sesuai Pasal 65 Ayat (2) UU No 13/2003, pekerjaan yang dapat dialihdayakan harus memenuhi empat syarat. Pertama, dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama.

Kedua, dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan. Ketiga, merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan. Keempat, tidak menghambat proses produksi secara langsung.

Baca juga: Kali Kedua Jokowi Suntik APBN ke Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Lalu, sesuai Pasal 66 Ayat (1) UU No 13/2003, pekerja dari perusahaan penyedia jasa pekerja tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

Kegiatan tersebut meliputi pelayanan kebersihan, penyediaan makanan, usaha tenaga pengaman, jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta penyediaan angkutan pekerja.

Versi pengusaha

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan, terdapat perubahan terkait aturan pekerja alih daya dalam Perppu Cipta Kerja.

Perppu Cipta Kerja menyebut perusahaan dapat menyerahkan sebagaian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian alih daya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com