Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penipuan sampai Kasus Gagal Bayar Jadi Latar Belakang Terbitnya UU PPSK Sektor Koperasi

Kompas.com - 01/02/2023, 18:00 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sekaligus Anggota Panja RUU PPSK Anis Byarwati mengatakan, terdapat beberapa latanr belakang diterbitkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) sektor koperasi.

Ia menjelaskan, ada beberapa hal yang krusial misalnya ditemukan sejumlah kasus penipuan berkedok koperasi dengan kerugian mencapai triliunan rupiah.

Koperasi Langit Biru

"Di antaranya Koperasi Langit Biru (KLB) yang berhasil menghimpun Rp 6 triliun. Ini luar biasa untuk ukuran koperasi kan," ujar dia dalam diskusi Forwada Series 2023 Pengawasan Koperasi Pasca UU P2SK, Rabu (1/2/2023).

Koperasi Cipaganti

Selain itu, ada juga koperasi Cipaganti yang mengumpulkan Rp 3,2 triliun dan Koperasi Pandawa yang mengumpulkan Rp 3,3 triliun. Ketiganya melakukan penipuan dengan tawaran investasi yang menggiurkan.

Koperasi Indosurya

"Selain itu, koperasi Indosurya disebut sebagai kasus penipuan terbesar di Indonesia karena nilai penggelapan koperasi mencapai Rp 106 triliun," imbuh dia.

Baca juga: Perkuat Industri Jasa Keuangan, OJK Segera Implementasikan UU PPSK

KSP punya risiko sama dengan bank

Anis menjelaskan, latar belakang lainnya adalah Satuan Tugas (satgas) Koperasi Bermasalah menilai Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian masih lemah dalam sisi pengawasan koperasi.

Beleid itu perlu diperbaharui dari sisi regulasi dan payung hukum keberadaan koperasi.

Anis menilai pengawasan di undang-undang lama sangat lemah. Pasalnya koperasi sektor jasa keuangan tidak digolongkan sebagai lembaga keuangan. Padahal, koperasi tersebut diketahui menghimpun dana dari luar anggota koperasi.

Padahal, koperasi yang bergerak di sektor keuangan tersebut memiliki perilaku mirip dengan bank atau shadow banking.

"Karena itu KSP jasa keuangan ini punya risiko yang dianggap sama dengan bank," tutur dia.

Baca juga: Kemenkeu: UU PPSK Kedepankan Kepentingan Masyarakat

 

Gagal bayar

Lebih jauh, Anis menyoroti adanya permasalahan gagal bayar oleh sejumlah koperasi sektor keuangan. Secara umum, permasalahan ini bermula karena kurangnya pengawasan dari kementerian Koperasi dan UKM.

"Pengawasan kurang sehingga dana tidak transparan, dana investasi besar tetapi terdapat penyalahgunaan. Koperasi sektor jasa keuangan tidak diwajibkan menyampaikan laporan keuangan secara rutin maupun real time seperti bank," tutup dia.

Sedikit catatan, berdasarkan data dari Badan Pusat Stastik (BPS) tahun 2022 menunjukkan jumlah koperasi di Indonesia kembali meningkat sejak Covid-19. Tercatat, jumlah koperasi pada tahun 2021 sebanyak 127.846 unit pada tahun 2021, atau naik 0,56 persen secara tahunan di bandingkan periode yang sama tahun lalu.

Sementara, kontribusi koperasi atas PDB Indonesia baru mencapai 5,1 persen. Padahal, kontribusi koperasi untuk PDB di negara lain diketahui lebih besar. Koperasi di Singapura diketahui berkontribusi terhadap PDB sebesar 10 persen, Thailand 7 persen, Perancis 18 persen, Belanda 18 persen, dan Selandia Baru sebesar 20 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com