Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Ir. Muhrizal Sarwani, M.Sc.
Analis Kebijakan Utama Kementan

Analis Kebijakan Utama Kementerian Pertanian

Sawah Kita yang Terus Menyusut

Kompas.com - 03/03/2023, 14:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Jawaban terhadap pertanyaan di atas diungkapkan oleh Anny Mulyani dkk (2022) dari Balai besar Sumber Daya Lahan Pertanian dan IPB University yang memprediksi kapasitas produksi padi dari sawah kita pada tahun 2045 mendatang menggunakan berbagai skenario konversi lahan dan tingkat konsumsi.

Jika hanya mengandalkan sawah kita yang ada dengan status quo (konversi dan tingkat konsumsi tetap berjalan seperti saat ini), maka kita perlu tambahan 25,9 juta ton padi atau 15,54 juta ton beras! Suatu jumlah yang luar biasa besar yang belum tentu ada di pasar dunia.

Kita harus memahami bahwa jumlah penduduk Vietnam, Thailand bahkan India dan Cina juga ikut bertambah pada 2045, sehingga kebutuhan domestik mereka juga perlu diutamakan.

Jadi jika mengandalkan impor, maka bersiap-siaplah untuk berkompetisi membeli dan mencari beras dengan harga mahal yang menghabiskan devisa negara.

Apa yang bisa kita dilakukan? Pertama, tekan konversi lahan sawah kita semaksimal mungkin. Regulasinya sudah tersedia yang mengatur konversi lahan, yaitu UU No 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang dilengkapi dengan Peraturan Presiden No 59 tahun 2019 tentang pengendalian alih fungsi lahan.

Data berikut yang diolah oleh Dr. Erma Suryani, Analis kebijakan di Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, mungkin dapat menggambar bagaimana Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang diamanatkan oleh UU 41/2009 maupun Perpres 59/2019 masih belum sepenuhnya diacu atau ditetapkan oleh Pemkab.

Dari 506 Kab/kota di Indonesia (minus DKI Jakarta), ada 361 Kab/kota (71 persen) yang telah menetapkan LP2B melalui Perda RTRW/Perda LP2B, itupun hanya 85 Kabupaten/Kota atau 16,8 persen yang menetapkan RTRW/LP2B yang didukung data spasial.

Sementara Perda LP2B yang ditetapkan kabupaten/kota hanya 179 kabupaten/kota dengan dilengkapai data spasial hanya 45 Perda atau hanya 8,89 persen. Sungguh sangat memprihatinkan!

Luas LP2B dari Perda RTRW hanya 5,5 juta ha. Artinya luas lahan pertanian kita akan hilang secara perlahan dan pasti jika tidak ada upaya yang luar biasa (extraordinary) dari semua pihak terkait.

Regulasi yang yang diatur pemerintah bagaikan macan kertas. Konversi lahan sawah sudah pada tahap yang sangat mengkhawatirkan sehingga menyebabkan ketergantungan Indonesia dari pasokan luar negeri akan meningkat dan akan menggangu ketahanan pangan nasional yang pada akhirnya dapat menggangu stabilitas nasional.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com