Ketiga, pengolahan nikel dan produksi produk nikel yang lebih maju sering kali menghasilkan limbah beracun dan berbahaya. Beberapa pabrik pengolahan nikel di Indonesia telah dikaitkan dengan pencemaran lingkungan yang serius.
Keempat, hilirisasi nikel seringkali membutuhkan lahan yang luas untuk pabrik pengolahan dan tambang.
Hal ini dapat menyebabkan konflik dengan masyarakat lokal yang mungkin mengalami penggusuran paksa atau kehilangan akses terhadap tanah mereka. Konflik lahan sering kali menjadi masalah serius yang terkait dengan hilirisasi nikel di Indonesia.
Terakhir, hilirisasi nikel di Indonesia didominasi oleh perusahaan multinasional, saat ini khususnya China. Hal ini dapat menyebabkan ketimpangan ekonomi antara perusahaan dan masyarakat lokal.
Manfaat ekonomi dari hilirisasi nikel mungkin tidak sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat setempat, yang dapat menyebabkan ketidakadilan dan ketidakpuasan sosial.
Memastikan keberadaan pasokan bahan baku pangan dan energi yang akan dihilirkan membutuhkan kebijakan pemerintah.
Kebijakan larangan ekspor bukan merupakan kebijakan yang tepat karena kita kehilangan penerimaan negara dan bertentangan dengan semangat globalisasi sehingga rawan digugat negara lain di WTO.
Kebijakan tarif pungutan ekspor yang dinamis adalah kebijakan tepat, namun harus transparan dan jelas formulanya.
Yang tidak kalah pentingnya adalah iklim investasi, risiko perubahan regulasi dan kepastian hukum untuk membangun proyek pembangunan industri pengolahan.
Indonesia tampaknya harus terus berbenah agar investor, khususnya dalam negeri mau dan bersedia berinvestasi di sektor manufaktur energi hilir yang berisiko tinggi. Jika tidak ada dari dalam negeri atau joint venture, maka investor asing akan melenggang dan posisi tawar kita sering kali tidak memadai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.