Kemudian, agar tidak mengalami overlap antara bus dan mikrolet, maka keberadaan mikrolet disingkirkan dari rute atau trayek tersebut. Selanjutnya bus yang akan melayani pergerakan masyarakat di rute itu.
Lalu, mikrolet diminta bergeser mengisi koridor penghubung dari daerah permukiman ke koridor jalan yang dilalui oleh angkutan umum massal.
Sayangnya, mikrolet yang boleh beroperasi di trayek menghubung ini adalah mikrolet yang sesuai dengan standar yang ditetapkan era sekarang.
Sehingga, mikrolet (tua) yang selama ini sudah beroperasi di rute utama, tidak bisa pindah ke rute (baru) penghubung/feeder ini.
Di sisi lain, tidak mungkin bagi pemilik mikrolet lama untuk mengganti kendaraannya dengan unit lebih baru, mengingat trayek penghubung yang akan mereka operasionalkan adalah trayek perintis.
Masih belum pasti jumlah penumpang dan berapa pendapatan yang bisa mereka peroleh dari trayek penghubung ini.
Sehingga sangat realistis bagi pemilik kendaraan untuk meminta izin kepada pemerintah kota agar diperbolehkan mengoperasionalkan mikrolet yang selama ini mereka gunakan dalam rangka membangun pola perjalanan baru di trayek baru.
Jika nanti perjalanan sudah terbentuk, travel behavior di koridor jalan tersebut juga sudah mulai terlihat, maka langkah selanjutnya menerapkan standar pelayanan dan jenis modal serta hal lainnya pada trayek yang ada.
Namun sayangnya keinginan dari pemilik mikrolet lama ini tidak mendapatkan dukungan pemerintah.
Arah kebijakan pengembangan angkutan umum perkotaan masih tetap ideal dengan menjadikan seluruh jenis moda angkutan umum perkotaan adalah kendaraan baru. Spesifikasinya bahkan sudah ditetapkan melalui standar pelayanan.
Hal inilah yang menyebabkan pengembangan angkutan umum mengalami penurunan.
Bahkan keberadaan mikrolet sudah semakin berkurang karena pemilik kendaraan akhirnya menjual mobilnya untuk dioperasionalkan di daerah pedesaan, atau berubah menjadi kendaraan pribadi. Ada juga berubah menjadi angkutan logistik meskipun dalam jarak pendek.
Fenomena seperti inilah yang terjadi, sehingga populasi angkutan umum perkotaan secara umum mengalami penurunan. Padahal sebelumnya populasi mikrolet sangat dominan di banyak kota.
Seperti yang tadi telah kita bahas bahwa pengembangan angkutan umum memang membutuhkan waktu dan proses yang tidak sebentar.
Butuh waktu panjang, regulasi jelas dan tegas, dan komitmen pemerintah untuk berkolaborasi mewujudkan angkutan umum dengan sistem yang kuat.
Perlu diingat bahwa penyediaan angkutan umum perkotaan di era dahulu dilakukan oleh pihak swasta. Mereka tergabung dalam ORGANDA dan koperasi, atau di luar keduanya.
Ternyata mereka mampu menyediakan layanan angkutan umum untuk masyarakat pada rute yang sudah ditetapkan pemerintah kota masing-masing.
Bicara tentang pendapatan, biaya operasional dan biaya lainnya, para pengusaha mampu menghadapi.
Sampai akhirnya datang kebijakan meningkatkan daya angkut angkutan umum perkotaan dengan armada bus. Kebijakan ini dilakukan oleh pemerintah pusat untuk melayani mobilitas tinggi masyarakat kota.
Sayangnya, kebijakan ini tidak mempertimbangkan keberlangsungan bisnis. Hal inilah yang kita lihat pada hari ini di mana semua angkutan umum yang dijalankan oleh pemerintah ternyata membutuhkan subsidi sangat besar.
Alasannya mengejar layanan sesuai dengan standar. Namun ternyata, tetap tidak bisa menurunkan kecenderungan masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya