Di tangan Deng Xiaoping tahun 1978, Tiongkok membuka diri. Mereka menjalankan Open Door Policy. Mereka mengirimkan anak anak muda belajar ke luar negeri.
Selama 40 tahun, sejak 1978-2017, terhitung 5,2 juta pelajar Tiongkok menjalani pendidikan di luar negeri. Dari jumlah itu, sebanyak 3,1 juta pelajar atau sekitar 83,73 persen lulusan memutuskan kembali ke Tiongkok setelah menyelesaikan pendidikannya.
Berkat tenaga kerja terdidik dan etos kerja tinggi, di bawah kepemimpinan nasional yang kuat, rencana pembangunan tidak bengkok karena ganti pemimpin, serta jaminan iklim investasi yang baik, dan bebas korupsi, kini Tiongkok menjadi raksasa ekonomi dunia. Ekspansi produk-produk Tiongkok telah menjalar ke seluruh sudut Bumi.
Bagaimana Indonesia? Pekerjaan besar kita adalah memperbaiki sumber daya manusia yang berkualitas rendah. Angkatan kerja kita tahun 2022 sebanyak 143,7 juta, tetapi 54 persen di antaranya lulusan SMP ke bawah.
Padahal masa depan dunia dikendalikan oleh artificial intelligence (AI), kata futurolog, Alec Ross.
Dengan porsi didominasi angkatan kerja lulusan SMP, tentu tenaga kerja mudah bertekuk lutut, tereliminasi dari kebutuhan pasar. Paling banter pengais sisa ekonomi pada sektor informal.
Tidak ada pilihan lain, sisa masa bonus demografi 13 tahun ini harus diimbangi dengan memperbesar tenaga kerja terampil dan inovator. Merekalah yang akan mengubah wajah ekspor nasional, dari ekpor bahan mentah, menjadi barang konsumi dari hasil teknologi tinggi.
Semua ini akan terjadi jika pemimpin nasional memiliki political will yang kuat, kesetiaan yang tinggi atas komitmen pada Visi Indonesia Emas 2045.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.