Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketimpangan Meningkat, Pertumbuhan Ekonomi Belum Berkualitas

Kompas.com - 19/07/2023, 13:00 WIB
Rully R. Ramli,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Data teranyar Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, tingkat ketimpangan di Indonesia kembali meningkat. Hal ini dinilai menunjukkan pertumbuhan ekonomi pesat yang dicatatkan selama beberapa kuartal terakhir belum berkualitas.

"Jadi memang pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini dapat dikatakan tidak berkualitas di mana pertumbuhan pendapatan per kapita meningkat namun meninggalkan masalah ketimpangan," ujar pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda kepada Kompas.com, Selasa (18/7/2023).

BPS mencatat tingkat ketimpangan yang diukur dengan gini ratio mencapai 0,388 pada Maret 2023. Nilai itu lebih tinggi dari pencatatan sebelumnya, yakni sebesar 0,381 pada September 2022. Realisasi gini ratio juga masih berada di atas target pemerintah tahun ini, yakni di kisaran 0,375-0,378.

Baca juga: Tingkat Kemiskinan Turun, tapi Belum Kembali ke Level Sebelum Pandemi

Padahal, tingkat produk domestik bruto (PDB), yang merupakan saah satu metode menghitung perekonomian nasional, terus mencatatkan pertumbuhan. Bahkan, PDB Indonesia tumbuh di kisaran 5 persen selama 6 kuartal terakhir.

Menurutnya, PDB yang menunjukkan pendapatan nasional hanya dinikmati oleh segelintir masyarakat. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi nasional tidak merata.

"Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Jurang pendapatan antara si kaya dan si miskin semakin melebar," katanya.

Baca juga: Kemiskinan Menurun, tetapi Ketimpangan Masyarakat Meningkat

Sementara itu,  Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebutkan, momen pemulihan ekonomi nasional hanya dirasakan oleh masyarakat kalangan menengah atas.

Tingkat pendapatan kalangan tersebut meningkat seiring dengan kenaikkan pengembalian atau return investasi di berbagai instrumen, sehingga memiliki kemampuan konsumsi lebih baik.

Baca juga: Flexing, Ketimpangan Ekonomi, dan Pentingnya Pajak Kekayaan

Sementara itu, tingkat konsumsi masyarakat miskin harus menyusut. Hal ini tidak terlepas dari lonjakan inflasi yang terjadi pada tahun lalu.

"Ini artinya kualitas ekonomi masih buruk. Tumbuh tapi tidak merata dan ini bisa jadi hambatan untuk mencapai status pendapatan per kapita sebagai negara maju," tuturnya.

Sebelumnya, Sekretaris Utama BPS Atqo Mardiyanto menjelaskan, ketimpangan yang meningkat disebabkan oleh laju konsumsi kelompok terkaya yang lebih tinggi dibanding kelompok menengah dan bawah.

Baca juga: Zakat Instrumen Penting Pengurangan Angka Kemiskinan 2024

Data BPS menunjukkan, pengeluaran kelompok 20 persen atas meningkat 1,61 persen, sementara kelompok 40 persen menengah terkontraksi1,62 persen, kelompok 40 persen bawah terkontraksi 1,18 persen. Kontraksi itu terjadi seiring dengan meningkatnya harga sejumlah komoditas utama, meliputi beras, tepung terigu, cabai rawit, hingga ikan kembung.

"Jadi, ’kue’ pertumbuhan pengeluaran yang dikuasai kelompok 20 persen teratas itu semakin besar, sementara 40 persen kelompok menengah dan bawah itu semakin kecil," ujar Atqo, dalam konferensi pers, Senin (17/7/2023).

Baca juga: Belanja Pemda Tercecer, Sri Mulyani Sebut Picu Ketimpangan di Daerah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com