Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Henry MP Siahaan
Advokat, Peneliti, dan Dosen

Advokat, peneliti, dan dosen

Urgensi Meningkatkan Kecakapan Digital UMKM

Kompas.com - 19/08/2023, 16:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMERINTAH berencana melarang barang impor di bawah Rp 1,5 juta dijual di e-commerce. Tujuannya untuk melindungi UMKM nasional.

Meski sempat dipertanyakan oleh beberapa pihak, sebenarnya keputusan pemerintah tersebut sangat layak diapresiasi. Pada fase awal, UMKM memang perlu dilindungi sambil terus diberdayakan.

Keputusan pelarangan tersebut juga cukup bagus secara prinsipiil karena persoalan e-commerce kita selama ini adalah mereka cenderung dijadikan instrumen bagi produk impor untuk masuk ke Indonesia dalam skala retail, karena pemiliknya berasal dari negara tertentu yang notabene adalah penghasil produk-produk impor tersebut, katakanlah China, misalnya.

Risikonya, produk dalam negeri, terutama dari industri manufaktur domestik dan usaha UMKM cenderung kalah bersaing. Produk-produk impor, terutama dari China, cenderung lebih murah sebagai akibat dari kebijakan subsidi ekspor yang sudah diberlakukan sejak lama di sana.

Jadi dengan membatasi penjualan produk impor dengan harga tertentu, katakanlah Rp 1,5 juta, bisa melindungi produk dalam negeri yang harganya di bawah itu.

Memang masih perlu dipertanyakan, mengapa baseline-nya Rp 1,5 juta? Kenapa bukan Rp 2,5 juta atau Rp 5 juta? Karena banyak juga produk dalam negeri yang harganya di atas Rp 1,5 juta yang sedang berjuang di pasar domestik alias memang harus diselamatkan oleh pemerintah.

Langkah selanjutnya untuk Mendag adalah bagaimana membuat produk-produk lokal juga berkuasa di e-commerce, terutama produk-produk yang dilindungi tersebut.

Percuma melarang produk impor di bawah Rp 1,5 juta dijual di e-commerce, kalau ternyata substitusinya tak ada di pasaran online.

Artinya, pemerintah juga harus mendorong semasif mungkin produk dalam negeri masuk pasar e-commerce di satu sisi dan mendorong agar kualitasnya tak kalah dengan kualitas barang impor di sisi lain.

Masalah lainnya, bagaimana jika produk-produk yang sebelumnya harganya di bawah Rp 1,5 juta itu mengubah gaya penjualannya agar harganya di atas Rp 1,5 juta?

Misalnya, dengan mem-bundling beberapa produk harga Rp 500.000 ke dalam satu paket, sehingga harganya menjadi Rp 2 juta. Bagaimana menyikapi itu? Karena saya yakin, distributor dalam negerinya akan mengakali kebijakan.

Jadi inti utamanya tidak saja melindungi produk dalam negeri yang harganya di bawah Rp 1,5 juta, tapi bagaimana menaikkan ceruk pasar produk dalam negeri di e-commerce sebagai gantinya.

Untuk dapat bertahan dan memenangkan persaingan dalam ekonomi digital, para pemain tentu perlu memahami karakteristik dari konsep yang menjadi landasan ekonomi digital karena sangat berbeda dengan ekonomi klasik yang selama ini dikenal.

Tidak jarang perusahaan harus melakukan transformasi bisnis agar dapat secara optimal bermain di dalam arena ekonomi digital.

Untuk mengimplementasikannya, diperlukan model bisnis yang sama sekali baru. Bagi perusahaan baru (start-up company) dan UMKM, untuk terjun ke bisnis digital biasanya lebih mudah dibandingkan dengan perusahaan konvensional yang telah lama berdiri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com