JAKARTA, KOMPAS.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan, pihaknya tengah menyusun peraturan terkait dengan penguatan Bank Perekonomian Rakyat (BPR).
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) memungkinkan BPR terlibat dapat sistem pembayaran, penukaran valuta asing, sampai melantai di pasar modal.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menganggap, jumlah BPR yang mencapai 1.600 di Indonesia masih telalu besar.
"Kami sudah petakan, pengurangan BPR jadi sekitar 1.000 pada 2027 itu sangat memungkinkan," kata dia dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner OJK Agustus, Selasa (5/9/2023).
Baca juga: Banyak BPR Tutup, Regulator Dorong Merger dan Digitalisasi
Tanpa memaksa tutup BPR, ia menambahkan, saat ini banyak BPR yang sebenarnya dimiliki oleh satu orang atau grup. Tiap orang atau grup dapat memiliki 5-10 BPR.
"Ini tidak kami perbolehkan lagi. Mereka harus merger, sukarela atau merger paksa," imbuh dia.
Lebih lanjut, Dian bilang, sebenarnya hal tersebut akan membuat pergerakan bisnis BPR lebih leluasa.
Ketika sebelumnya BPR dibatasi pada area dan provinsi tertentu, peraturan itu membuat BPR dapat memiliki kantor cabang dengan merger. Hal itu dipercaya akan memperbaiki kinerja dari keuangan, ekspansi kredit, dan pengawasan usaha.
Selain itu, BPR yang tidak bisa memenuhi ambang batas modal juga akan diminta untuk melakukan merger.
"Yang kurang sehat dan tidak bisa diselamatkan akan diselesaikan sesuai dengan prosedur, termasuk penyerahannya ke LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) apabila diperlukan," tandas dia.
Baca juga: BPR Resmi Ganti Nama Jadi Bank Perekonomian Rakyat
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.