Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Plus Minus Perdagangan Karbon

Kompas.com - 13/09/2023, 12:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Bursa karbon merupakan bursa efek atau penyelenggara perdagangan yang telah memperoleh izin usaha dari otoritas yang menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan mengenai perdagangan karbon dan/atau catatan kepemilikan unit karbon.

Di Indonesia izin usahanya dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan sertifikat perdagangan emisi dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

Mekasnisme perdagangan karbon di Indonesia ditinjaklanjuti oleh OJK dengan Peraturannya Nomor 14 tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon yang terbit akhir Agustus 2023.

Peraturan OJK ini menjadi bagian guna mendukung upaya pemerintah dalam penurunan emisi. Dalam peraturan ini diatur unit karbon yang diperdagangkan melalui bursa karbon harus terdaftar dalam Sistem Registrasi Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SEN-PPI) dan Penyelenggaraan Bursa Karbon.

Kemudian pihak yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai bursa karbon merupakan penyelenggara pasar yang telah memiliki izin usaha sebagai penyelenggara bursa karbon dari OJK.

Auran ini menekankan, perdagangan karbon melalui bursa karbon wajib diselenggarakan secara teratur, wajar dan efisien.

Kemudian penyelenggara bursa karbon wajib memiliki modal disetor paling sedikit sebesar Rp 100 miliar serta dilarang melalui pinjaman.

Kepala Eksekutif Pengawas pasar Modal Keuangan Derivatif dan Bursa karbon OJK, Inarno Djajadi, Selasa (5/9/2023), dalam konferensi pers menyampaikan bahwa saat ini OJK tengah mempersiapkan dan memfinalkan ketentuan teknis atau peraturan turunan pelaksanaan Peraturan OJK No. 14/2023. Aturan tersebut nantinya akan berbentuk surat edaran.

Plus Minus

Indonesia sudah mulai membidik potensi perdagangan karbon antarnegara. Menurut Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan terdapat potensi besar dalam perdagangan karbon yang nilainya berkisar antara 82 miliar dollar AS sampai 100 miliar dollar AS.

Angka ini didapat karena Indonesia 75-80 persen carbon credit dunia dari hutan tropis, mangrove, gambut, rumput laut hingga terumbu karang.

Anggota Komisi Kehutanan DPR, Kamrussamad, memperkirakan potensi ekonomi bursa karbon Indonesia bersumber dari hutan tropis seluas 120,3 juta hektare dapat menyerap emisi karbon 25,18 miliar ton; mangrove seluas 3,31 juta hektare dan menyerap 33 miliar ton serta hutan gambut seluas 7,5 juta hektare yang menyerap 55 miliar ton.

Jika harga karbon Indonesia 5 dollar AS per ton saja, nilai ekonomi perdagangan karbon lewat bursa karbon sangat besar.

Perdagangan karbon, jika tak terpeleset menjadi greenwashing, bisa menjadi jalan baru menumbuhkan ekonomi sekaligus menggairahkan konservasi sebagai bagian dari mitigasi krisis iklim.

Sebelum perangkat regulasi perdagangan karbon disiapkan, Indonesia telah mencoba kerjasama dengan pemerintah Kerajaan Norwegia semacam imbal beli karbon dalam bentuk Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (Reducing Greenhouse Gas Emissions from Deforestation and, Forest Degradation/REDD+) pada 2010 selama 10 tahun.

Indonesia dijanjikan imbal beli atau result base payment (RBP) sebesar total satu miliar dollar AS (6 miliar kroner Norwegia/NOK) sebagaimana yang tertulis dalam kerjasama Pernyataan Kehendak (Letter of Intent/LoI) antara dua negara tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com