Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kala China Minta APBN RI Dijadikan Jaminan Utang Kereta Cepat

Kompas.com - 20/09/2023, 10:45 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Proyek Kereta Jakarta Bandung (KCJB) kembali jadi sasaran kritik publik. Pemerintah baru-baru ini memutuskan untuk membuka opsi utang yang timbul dari proyek ini bisa dijamin keuangan negara.

Keputusan pemerintah Indonesia untuk bisa menjamin pembayaran utang Kereta Cepat Jakarta Bandung disahkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 tahun 2023 yang diteken Sri Mulyani.

Sebagai informasi saja, akibat dari pembengkakan biaya atau cost overrun, maka PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) harus mengajukan utang baru ke Beijing.

Total biaya investasi proyek yang berlangsung sejak 2016 itu kini membengkak jadi 7,27 miliar dollar AS. Padahal, pihak China pada mulanya menyodorkan proposal kalau investasi proyek KCJB tidak lebih dari 5,5 miliar dollar AS atau lebih murah dibandingkan tawaran Jepang melalui JICA.

Baca juga: Kala Faisal Basri Sebut KCJB Mustahil Bisa Balik Modal, Bahkan sampai Kiamat

China minta APBN jadi jaminan

Jauh sebelum pemerintah Indonesia akhirnya menerbitkan aturan terkait jaminan utang KCJB, China memang sudah sejak lama mensyaratkan utang untuk proyek ini harus mendapat jaminan APBN Indonesia.

Hal ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut, Binsar Pandjaitan, saat melawat ke China pada April 2023 lalu.

Luhut bercerita, kalau pemerintah China kala itu masih menginginkan kelangsungan pembayaran pinjaman pokok maupun beban bunga dari pembangunan KCJB bisa dijamin oleh APBN pemerintah Indonesia.

Namun Luhut mengaku tuntutan China tersebut tidak bisa langsung dipenuhi. Purnawirawan jenderal TNI AD itu kemudian menawarkan alternatif dengan penjaminan utang melalui BUMN penjamin kredit, PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) atau PII.

Baca juga: Sri Mulyani Klarifikasi Tudingan APBN Digadaikan ke China Demi KCJB

"Masih ada masalah psikologis, kemarin mereka (China) mau dari APBN, tetapi kita jelaskan kalau dari APBN itu prosedurnya jadi panjang makanya mereka juga sedang pikir-pikir. Kami dorong melalui PT PII karena ini struktur yang baru dibuat pemerintah Indonesia sejak 2018," beber Luhut.

Soal besaran bunga utang, Luhut juga mengakui kalau dirinya gagal melakukan negosiasi. Sehingga pemerintah China masih berkukuh bunga yang harus dibayarkan sebesar 3,4 persen per tahun.

"Ya maunya kita kan 2 persen, tapi kan enggak semua kita capai. Karena kalau pinjam keluar juga bunganya itu sekarang bisa 6 persen. Jadi kalau kita dapat 3,4 persen misalnya sampai situ ya we're doing okay, walaupun tidak oke-oke amat," ucap Luhut.

Jokowi tegaskan tak mau didikte China

Presiden Jokowi sendiri berkali-kali menegaskan bahwa pemerintah Indonesia tidak boleh didikte China dalam proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung.

Belakangan proyek ini mengalami masalah sehingga terancam mangkrak. Jokowi pun kemudian meralat beberapa janjinya.

Baca juga: Dulu KCJB Bilangnya B to B, Kok Utang ke China Dijamin Pemerintah?

Agar tak sampai mangkrak, Jokowi kemudian memutuskan untuk menyuntik dana APBN lewat PMN PT KAI. Berbagai upaya memang dilakukan Jokowi demi menyelamatkan proyek kerja sama Indonesia-China ini.

Misalnya saja, regulasi Perpres Nomor 107 Tahun 2015 yang sebelumnya melarang penggunaan uang APBN untuk proyek KCJB juga diralat Jokowi, dengan menerbitkan Perpres Nomor 93 Tahun 2021.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lewat Inovasi ICT, Anak Usaha Semen Indonesia Bidik Potensi Akuisisi Pelanggan Baru

Lewat Inovasi ICT, Anak Usaha Semen Indonesia Bidik Potensi Akuisisi Pelanggan Baru

Whats New
Sistem Pengolah Sampah Jangjo Atasi Limbah Mal dan Perumahan di Jakarta

Sistem Pengolah Sampah Jangjo Atasi Limbah Mal dan Perumahan di Jakarta

Whats New
Catat, Ini Jadwal Seleksi SPMB PKN STAN 2024

Catat, Ini Jadwal Seleksi SPMB PKN STAN 2024

Whats New
Sistem Perpajakan yang Kompleks Jadi Tantangan Korporasi untuk Bayar Pajak

Sistem Perpajakan yang Kompleks Jadi Tantangan Korporasi untuk Bayar Pajak

Whats New
Damri Buka Rute Baru Ciputat ke Bandara Soekarno-Hatta, Simak Jam Operasionalnya

Damri Buka Rute Baru Ciputat ke Bandara Soekarno-Hatta, Simak Jam Operasionalnya

Whats New
Indonesia Terus Kurangi Ketergantungan terhadap Dollar AS, Ini Buktinya

Indonesia Terus Kurangi Ketergantungan terhadap Dollar AS, Ini Buktinya

Whats New
Garuda Indonesia Tak Bagikan Dividen Meski Catatkan Laba Bersih di 2023

Garuda Indonesia Tak Bagikan Dividen Meski Catatkan Laba Bersih di 2023

Whats New
Injourney Airports Layani 49,7 Juta Penumpang Sepanjang Januari-April 2024

Injourney Airports Layani 49,7 Juta Penumpang Sepanjang Januari-April 2024

Whats New
Libur Panjang Waisak, Kemenhub Ingatkan Bus Pariwisata yang Beroperasi Harus Laik Jalan dan Berizin

Libur Panjang Waisak, Kemenhub Ingatkan Bus Pariwisata yang Beroperasi Harus Laik Jalan dan Berizin

Whats New
Usai Rilis Logo Baru, Wamen BUMN Kasih Tugas Ini ke Bulog

Usai Rilis Logo Baru, Wamen BUMN Kasih Tugas Ini ke Bulog

Whats New
Anak Usaha Semen Indonesia Alokasikan Separuh Area Pabrik sebagai Hutan Kota

Anak Usaha Semen Indonesia Alokasikan Separuh Area Pabrik sebagai Hutan Kota

Whats New
Sasar Pasar Global, Industri Obat Berbahan Alam di Indonesia Perlu Ditingkatkan Pengembangannya

Sasar Pasar Global, Industri Obat Berbahan Alam di Indonesia Perlu Ditingkatkan Pengembangannya

Whats New
Peruri Punya Logo Baru, Siap Jalani Tugas sebagai 'GovTech' Indonesia

Peruri Punya Logo Baru, Siap Jalani Tugas sebagai "GovTech" Indonesia

Whats New
BUMN Didorong Terapkan Praktik BJR, Seberapa Penting?

BUMN Didorong Terapkan Praktik BJR, Seberapa Penting?

Whats New
Harga Emas Terbaru 23 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 23 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com