Luky mengatakan, pengentasan angka kemiskinan ekstrem tidak akan tercapai apabila hanya mengandalkan program-program pemerintah pusat.
“Perlu adanya dukungan program dari pihak yang paling kecil, yaitu pemerintah desa. Karena itu, harmonisasi kebijakan fiskal pusat dan daerah menjadi hal sangat penting,” ujarnya.
Postur pembagian dana dalam Undang-undang (UU) APBN 2024 alokasi TKD sebesar Rp 857,6 triliun, antara lain, dana bagi hasil (DBH) sebesar Rp 143,10 triliun yang meningkat jika dibandingkan pada 2023 sebesar Rp 136,3 triliun.
Baca juga: Ekosistem EV Jadi Salah Satu Fokus Penyaluran APBN 2024
Luky mengatakan, penambahan alokasi DBH bertujuan mengurangi vertical imbalance dengan memberikan DBH kepada daerah penghasil, pengolah, daerah lain yang berbatasan langsung, dan daerah dalam satu provinsi.
Kemudian, dana alokasi umum (DAU) sebanyak Rp 427,7 triliun, yang lebih tinggi jika dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 396 triliun. DAU diharapkan bisa meningkatkan pemerataan layanan publik dan kemampuan keuangan antardaerah.
Alokasi itu, di antaranya untuk kebijakan kenaikan belanja gaji dan tunjangan melekat ASN daerah sebesar 8 persen dan dukungan penggajian PPPK yang telah diangkat pemerintah daerah (pemda).
Selain itu, ada dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp 188,1 triliun yang terdiri dari DAK fisik sebesar Rp 53,8 triliun, DAK nonfisik sebesar Rp 133,8 triliun, dan hibah ke daerah sebesar Rp 0,5 triliun. Persentase DAK tahun ini meningkat daripada tahun lalu sebesar 185,8 triliun.
DAK bertujuan untuk meningkatkan layanan prioritas baik fisik dan nonfisik, termasuk infrastruktur dan operasional layanan publik di daerah. Penambahan DAK fisik bersumber dari pergeseran hibah ke daerah.
Sementara itu, penambahan DAK nonfisik dilakukan karena adanya perubahan target output alokasi tunjangan profesi guru (TPG) dan tunjangan khusus guru (TKG) pada ASN di daerah dengan memperhitungkan kenaikan gaji.
Lalu, dana otonomi khusus (otsus) meningkat jadi Rp 18,3 triliun dari tahun sebelumnya sebesar Rp 17,2 triliun.
Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar Rp 1,4 triliun atau sama dengan alokasi pada 2023.
Pada 2024, alokasi Dana Desa sebesar Rp 71 triliun, naik menjadi Rp 70 triliun dari tahun lalu. Kemudian, intensif fiskal sebesar Rp 8 triliun atau sama dibandingkan tahun sebelumnya.
Luky mengatakan, pemerintah pusat telah menyiapkan mekanisme penghargaan bagi pemda dalam bentuk intensif fiskal untuk memastikan implementasi program-program pemerataan pembangunan.
Baca juga: Kemenkeu: Mengelola Uang Negara Tak Lazim Pakai Perhitungan Utang Per Kepala
“Dengan mekanisme penghargaan tersebut, pemda termotivasi untuk meningkatkan kualitas belanja daerah, bukan hanya melalui belanja pegawai, tetapi juga pembuatan program kerja yang dapat dirasakan langsung masyarakat,” ujarnya.