“UU Kepailitan dan PKPU fokus pada restrukturisasi dan perdamaian melalui sebuah peradilan khusus yang memastikan penyelesaian sengketa berlaku secara adil, cepat, terbuka, dan efektif agar tercipta kepastian bagi dunia usaha. Cost financing yang lebih tinggi ini pada akhirnya justru malah menganggu pemulihan ekonomi,” tegasnya.
Dia mencontohkan, adanya perdebatan mengenai apakah suatu utang dapat dibuktikan secara sederhana, di mana persoalan ini menjadi salah satu poin yang banyak diperdebatkan dalam pengajuan permohonan pailit maupun PKPU.
Menurut Andi, UU No. 37/2004 sejatinya sudah mengatur bahwa klausul arbitrase yang disebut dalam perjanjian tidak menghilangkan kewenangan pengadilan niaga untuk memeriksanya. Namun, yang terjadi justru klausul arbitrase dipakai untuk menyatakan bahwa pengadilan niaga tidak berwenang.
Pendiri Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK), yang juga Pengajar di Fakultas Hukum UI dan Anggota Tim Pembaruan Peradilan Mahkamah Agung, Aria Suyudi mengungkapkan sejak berlakunya UU No. 37/2004, PKPU seringkali dijadikan sarana yang paling mudah untuk menagih utang, alih-alih melakukan perdamaian atau restrukturisasi.
“Ada kecederungan prosedur kepailitan dan PKPU dieksploitasi sebagai strategi dispute, padahal tidak memenuhi kategori syarat pernyataan kepailitan. Itu menjadikan kepailitan dan PKPU tidak berjalan sesuai dengan fungsi seharusnya,” jelas dia.
UU Kepailitan dan PKPU memang tidak bisa dilepaskan dari kondisi perekonomian suatu negara. UU Kepailitan di Indonesia sendiri lahir akibat krisis moneter pada 1997-1998. Persoalan penyelesaian utang piutang perusahaan saat terjadinya gejolak moneter pada masa itu menjadi persoalan mendesak yang harus segera diselesaikan.
Enam tahun kemudian, karena adanya sejumlah kelemahan, UU No. 4/1998 dicabut dan direvisi menjadi UU No. 37/2004 yang berlaku hingga kini. Berumur hampir dua dekade atau tepatnya 19 tahun, UU No. 37/2004 dinilai membutuhkan sejumlah penyesuaian dan penguatan berdasarkan kondisi dan situasi terkininya sejalan dengan perekonomian yang bergerak dinamis.
Baca juga: Menilik Jalan Ekonomi Indonesia 2023
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya