Terjadi effsiensi 33,97 persen di musim hujan dan 38,39 persen di musim kemarau.
Reduksi biaya produksi juga terjadi pada pengolahan lahan, tanam, penggunaan pupuk, pestisida dan pengendalian hama dan penyakit.
Pupuk yang digunakan cenderung mengarah kepada produk organik berkelanjutan yang dihasilkan oleh petani sendiri.
Petani mampu menghasilkan pupuk organik yang difermentasi secara mandiiri dan dijual kepada komunitas mereka dengan harga sangat murah, yaitu Rp 12.000 per kantong ukuran 50 kg.
Oleh karena mutu pupuknya sangat bagus dan harganya murah, maka penggunaan pupuk organiknya meningkat tinggi, bahkan mencapai 600 kg per hektare.
Untuk mengoptimalkan penerima manfaat, maka reduksi biaya produksi ini harus dibarengi dengan perluasan kesempatan kerja dan berusaha untuk memberdayakan tenaga kerja pertanian, sehingga mampu mengakselerasi peningkatan pendapatan petani di luar kegiatan on farm.
Pemerintah kabupaten, provinsi, pusat harus secara aktif memikirkan penyediaan lapangan kerja untuk menampung oversupply tenaga kerja petani agar mampu meningkatkan pendapatan keluarga dan kesejahteraan serta masa depannya.
Pengembangan pascapanen, pengolahan hasil dan pemasaran from field to fork akan menjadi pilihan saat ini untuk meningkatkan diversifikasi produk olahan dan pendapatan di saat terbatasnya lapangan kerja,
Melalui konsolidasi lahan, maka petani mempunyai kesempatan untuk mengoptimalkan penggunaan sumberdaya yang tersedia agar produktivitas lahan tercapai maksimal.
Berdasarkan pengalaman gapoktan Kepodan Topo, Desa Dalangan, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo, setelah konsolidasi pengelolaan lahan, produktivitas lahan di musim penghujan mencapai 8-9 ton/hektare, sementara pada musim kemarau/gadu produktivitas padi mencapai 13,4 ton/hektare.
Sementara rata-rata produksi padi di wilayah tersebut mencapai 7 ton/hektare. Artinya terjadi peningkatan produktivitas padi di musim hujan antara 14,28 persen-28,57 persen. Sementara pada musim kemarau terjadi peningkatan produktivitas sampai 91,43 persen.
Penggunaan pupuk organik berimbang dengan pupuk anorganik menjadi kunci peningkatan produktivitas padi yang signifikan di gapoktan Kepodang Topo.
Untuk lahan 4000 meter per segi, mereka menggunakan pupuk organik 40 zak (600 kg), pupuk urea 1 zak (50 kg) (125 kg/ha), Phonska 1 zak (50 kg) (125 kg/ha), Phonska plus (pupuk non subsidi)15 kg (37,5 kg/ha).
Secara konvensional petani menggunakan pupuk urea lebih dari 300 kg/ha, NPK 200 kg/ha. Artinya terjadi efisiensi yang sangat besar.
Selain mereduksi biaya produksi, juga dapat menjaga kesehatan tanah dan keberlanjutan usaha tani padi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya