Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
RILIS BIZ

Ini Cerita Mama Sariat Tole, Seniman Kain Tenun Ikat Alor Berkualitas Ekspor

Kompas.com - 01/11/2023, 11:37 WIB
Yakob Arfin Tyas Sasongko,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Ada satu kampung kecil bernama Kampung Hula. Konon, kampung yang terletak di pedalaman Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT), ini memiliki seni kain tenun ikat yang sarat akan tradisi dan keunikan budaya.

Di kampung tersebut, tinggal Mama Sariat Tole. Wanita satu ini telah mengabdikan hampir seluruh hidupnya untuk melestarikan serta memajukan seni tenun ikat khas Pulau Alor.

Mama Sariat, dengan kemahiran dan tangan berbakatnya, tidak pernah berhenti berusaha untuk melestarikan dan memajukan warisan seni tenun ikat khas Pulau Alor.

Pada setiap karya seni yang ditorehkan menghadirkan kain tenun ikat dengan benang kapas, pewarna alami, dan motif yang khas.

Baca juga: Gandeng Seniman Kain Tenun Ikat Alor, LPEI Berikan Pendampingan untuk Klaster Desa Devisa Tenun

Kain tenun ikat Mama Sariat memang begitu istimewa. Hal ini bukan tanpa alasan. Pasalnya, dari tangan mahir Mama Sariat tercipta benang kapas dan pewarna alami yang diolah dari kekayaan alam tempat kelahirannya.

Ketika Mama Sariat berusia lima tahun, sang ibu, Mama Peni, mulai mengajarkan seni tenun kepadanya.

Sejak saat itu, Mama Sariat giat mengembangkan keahlian serta menghasilkan inovasi dalam menjaga kualitas tenun ikat Alor.

Salah satu inovasi itu adalah penggunaan benang kapas berkualitas tinggi yang berasal dari pohon kapas. Pohon ini pun ia tanam sendiri di kebun di belakang rumahnya dan dipintal menjadi benang dengan peralatan tradisional.

Baca juga: Bersama LPEI, UMKM Asal Payakumbuh Ini Semakin Siap Go Global

Untuk memastikan kain tenun ikat Alor memiliki warna khas, tahan lama, dan berkualitas, Mama Sariat tidak menggunakan bahan pewarna kimia.

Sebaliknya, ia dengan telaten mengolah pewarna alami dari bahan-bahan yang ditemukan di alam sekitarnya, seperti tinta cumi, rumput laut, getah jambu mete, daun kelor, nila, pinang, kunyit, dan akar mengkudu.

Ada hal yang tak banyak diketahui awam. Salah satunya, proses pewarnaan benang yang bisa memakan waktu hingga berminggu-minggu. Benang ini makin bernilai karena diolah dengan penuh rasa, kesabaran, dan ketekunan yang luar biasa.

Ketelatenan Mama Sariat dengan pewarna alami pun membuahkan hasil. Pada 2013, Museum Rekor Indonesia (MURI) mendapuk Mama Sariat sebagai pembuat warna alami terbanyak untuk kain tenun.

Baca juga: BUMDEs Binaan LPEI Sukses Ekspor Jahe Gajah ke Pasar Internasional

Tak tanggung-tanggung, Mama Sariat telah berhasil menciptakan lebih dari 200 pewarna alami untuk tenun ikat Alor.

"Benang kapas yang saya tanam sendiri menghasilkan benang pintalan yang kuat dan tebal, jauh lebih disukai oleh konsumen luar negeri. Terutama, konsumen asal Jepang yang mencari kain dengan warna alami dan daya tahan yang baik,” ujar Mama Sariat dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Rabu (1/11/2023).

Mama Sariat bilang, kualitas dan warna benang yang sempurna akan memudahkan penenun menghasilkan kain tenun berkualitas sesuai motif yang diinginkan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com