Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Tarif Dinamis LRT Jabodebek, Pengamat: Selama Operasional Belum Normal Tak Perlu Diterapkan

Kompas.com - 13/11/2023, 21:12 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah mengkaji skema tarif dinamis (dynamic pricing) untuk LRT Jabodebek dimana tarifnya mengikuti waktu ramai (peak hours). Namun masih belum dapat dipastikan kapan skema pentarifan ini akan diterapkan.

Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (INSTRAN) Deddy Herlambang mengatakan, skema dynamic pricing ini jangan diterapkan jika operasional LRT Jabodebek masih belum optimal seperti saat ini.

"Bila perjalanan kereta LRT masih belum normal masih belum perlu diberlakukan tarif sesuai dengan peak time," ujarnya kepada Kompas.com, Senin (13/11/2023).

Baca juga: Kemenhub Kaji Skema Tarif LRT Jabodebek Lebih Murah di Jam Sibuk

Sebagai informasi, sejak 18 Oktober lalu belasan rangkaian kereta (trainset) LRT Jabodebek masuk bengkel untuk menjalani perawatan bubut roda sehingga saat ini armada LRT yang beroperasi hanya 8 trainset.

Hal tersebut menyebabkan jarak kedatangan antar kereta (headway) kereta api ringan ini menjadi hampir 1 jam dari semula hanya 15 menit.

Lantaran headway masih panjang ,maka sebut dia, skema dynamic pricing itu masih belum bisa diterapkan hingga headway LRT Jabodebek bisa kembali normal seiring dengan selesainya perawatan armada LRT.

"Karena headway masih 1an jam sehingga tidak bisa dihitung kapan peak hour atau non-peak hour," kata dia.

Terlepas dari hal tersebut, dia menilai skema tarif dynamic pricing lebih adil untuk penumpang. Pasalnya, besaran tarif tergantung dari ramai tidaknya penumpang LRT sehingga ketika peak hours tarif bisa menjadi lebih murah.

"Menurut saya lebih adil dalam penarifan, ketika penumpang full, maka tarif akan murah karena biaya produksi LRT dapat ditanggung secara massal. Bila okupansi sepi maka tarif lebih mahal karena untuk menanggung biaya produksi yang sama ketika okupansinya penumpang ramai," jelasnya.

Dia mengungkapkan, skema dynamic pricing ini sudah tidak asing lagi dalam industri perhubungan karena sama dengan yang diterapkan di jalan tol luar negeri.

"Ini sama dengan tarif jalan tol di luar negeri, semisal kalau penumpang padat maka tarif akan auto murah namun bila penumpang LRT tidak penuh maka tarif auto mahal karena lebih nyaman bagi penumpang, " ucapnya.

Hal yang harus diperhatikan

Oleh karenanya, dia menyarankan Kemenhub untuk memperhatikan beberapa hal dalam mengkaji skema dynamic pricing ke LRT Jabodebek agar adil untuk masyarakat.

Dia bilang, Kemenhub perlu memperkatikan data-data seperti jumlah penumpang harian saat hari kerja (weekdays) atau akhir pekan (weekend), jumlah penumpang saat peak hours dan non-peak hours, serta jumlah penumpang yang terintegrasi di Stasiun Dukuh Atas, Stasiun Cikoko, dan Stasiun Halim.

Selain itu, Kemenhub juga harus memperhatikan kemampuan membayar (ability to pay) dan kemauan membayar (willingness to pay) masyarakat pada dynamic pricing.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com