Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PDB Dinilai Belum Hitung Perekonomian secara Menyeluruh

Kompas.com - 20/11/2023, 13:02 WIB
Rully R. Ramli,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Produk domestik bruto (PDB) masih menjadi data utama yang digunakan pemerintah untuk mengukur perekonomian Indonesia saat ini. Namun demikian, data tersebut dinilai tidak cukup untuk menghitung "kekayaan" negara secara keseluruhan.

Guru Besar Imu Ekonomi Universitas Indonesia Bambang Brodjonegoro mengatakan, PDB selama ini sudah dijadikan sebagai indikator perkembangan perekonomian suatu negara. Data tersebut menghitung berbagai aktivitas transaksi ekonomi yang terjadi.

"PDB yang kita kenal sekarang fokusnya baru pada transaksi atau kegiatan terkait produksi, misal di sektor manufaktur atau finansial," kata dia dalam Soft Launching: A Comprehensive Wealth Report in Indonesia, di Jakarta, Senin (20/11/2023).

Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi 7 Persen: Optimisme atau Keharusan?

Akan tetapi, mantan menteri keuangan itu menyebutkan, PDB yang hanya menghitung kegiatan produksi dan finansial belum menghitung perekonomian suatu negara secara komprehensif. Pasalnya, perekonomian negara juga dibentuk oleh sumber-sumber lain, seperti sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA).

"Jangan lupa, selain human atau natural yang masih bisa dilihat secara fisik, ada capital yang barang kali tidak bisa langsung diidentifikasi secara fisik, misal social capital," kata Bambang.

"Dari situ kita sadar kenapa pertumbuhan PDB suatu negara dengan negara lain bisa berbeda, padahal default-nya mungkin sama," sambungnya.

Baca juga: Peran Bank Digital Dorong Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Bambang mencontohkan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan Korea Selatan. Jika dilihat secara geografis, Indonesia memiliki potensi SDA yang jauh lebih besar dibanding Negeri Ginseng.

Meskipun demikian, Korea Selatan sudah jauh terlebih dahulu meninggalkan Indonesia dari golongan negara berpendapatan menengah. Pada 1995, Korea Selatan mampu keluar dari jebakan pendapatan menengah atau middle income trap dan menjadi negara maju.

"Kenapa Korea bisa begitu cepat (keluar dari middle income trap), padahal kan kita bandingkan financial production, padahal dia enggak punya sumber daya alam," ujar Bambang.

Baca juga: 10 Contoh Kegiatan Ekonomi Kelautan di Indonesia

Oleh karenanya, ia pun menekankan pentingnya perhitungan di luar PDB, dan mulai mengukur kekayaan negara secara komprehensif. Lewat perhitungan tersebut, Indonesia bisa mengidentifikasi penyebab perbedaaan laju pertumbuhan ekonomi dengan negara lain.

Dalam rangka menghitung kekayaan Indonesia secara komprehensif, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) bekerja sama dengan International Institute for Sustainable Development (IISD) Canada membuat laporan bertajuk A Comprehensive Wealth Report in Indonesia.

Kepala Kajian Ekonomi Lingkungan LPEM FEB UI Alin Halimatussadiah mengatakan, laporan tersebut dibuat dengan tujuan menyoroti pentingnya indikator selain PDB untuk mengukur kekayaan Indonesia secara keseluruhan.

Baca juga: Milenial dan Gen Z Penopang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Laporan itu juga menekankan, dalam menghitung kekayaan negara tidak bisa hanya mengandalkan sumber daya produksi, tapi juga perlu mencakup sumber daya lain.

"Kami harap bisa mempublikasikan laporan ini kepada publik pada akhir tahun ini atau awal tahun depan," ucapnya.

Baca juga: Target Pertumbuhan Ekonomi 2023 Bisa Dicapai, tapi Tidak Mudah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Kamis 30 Mei 2024

Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Kamis 30 Mei 2024

Spend Smart
Upaya Industri Asuransi Hadapi Kenaikan Biaya Kesehatan yang Mendorong Klaim

Upaya Industri Asuransi Hadapi Kenaikan Biaya Kesehatan yang Mendorong Klaim

Whats New
Apa Kepanjangan Tapera?

Apa Kepanjangan Tapera?

Whats New
IHSG Melemah Lagi Pagi Ini, Rupiah Kini Berada di Level Rp 16.220

IHSG Melemah Lagi Pagi Ini, Rupiah Kini Berada di Level Rp 16.220

Whats New
Semen Baturaja Bakal Tebar Dividen Rp 24,3 Miliar

Semen Baturaja Bakal Tebar Dividen Rp 24,3 Miliar

Whats New
Internet Satelit Elon Musk Starlink Hadir di Indonesia, Operator Telko Sebut Siap Berkompetisi

Internet Satelit Elon Musk Starlink Hadir di Indonesia, Operator Telko Sebut Siap Berkompetisi

Whats New
Harga Bahan Pokok Kamis 30 Mei 2024, Harga Ikan Tongkol dan Ikan Kembung Naik

Harga Bahan Pokok Kamis 30 Mei 2024, Harga Ikan Tongkol dan Ikan Kembung Naik

Whats New
IFG Life Catat Pendapatan Premi Rp 453,7 Triliun sampai April 2024

IFG Life Catat Pendapatan Premi Rp 453,7 Triliun sampai April 2024

Whats New
Ketua INSA Terpilih Jadi Presiden Asosiasi Pemilik Kapal Asia

Ketua INSA Terpilih Jadi Presiden Asosiasi Pemilik Kapal Asia

Whats New
Emiten Distribusi Gas Alam CGAS Bakal Tebar Dividen Rp 2,2 Miliar dari Laba 2023

Emiten Distribusi Gas Alam CGAS Bakal Tebar Dividen Rp 2,2 Miliar dari Laba 2023

Whats New
IHSG Bakal Melemah Hari Ini, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

IHSG Bakal Melemah Hari Ini, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Emiten Prajogo Pangestu (BREN) Bakal Tebar Dividen Rp 270,68 Miliar

Emiten Prajogo Pangestu (BREN) Bakal Tebar Dividen Rp 270,68 Miliar

Whats New
Alasan Masyarakat Masih Enggan Berinvestasi Kripto, karena Berisiko Tinggi hingga Banyak Isu Negatif

Alasan Masyarakat Masih Enggan Berinvestasi Kripto, karena Berisiko Tinggi hingga Banyak Isu Negatif

Whats New
Proses 'Refund' Tiket Kereta Antarkota Jadi Lebih Cepat mulai 1 Juni

Proses "Refund" Tiket Kereta Antarkota Jadi Lebih Cepat mulai 1 Juni

Whats New
Transaksi Pasar Saham AS ‘Lesu’, Saham-saham di Wall Street Tertekan

Transaksi Pasar Saham AS ‘Lesu’, Saham-saham di Wall Street Tertekan

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com