Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Anwar, Mantan Bankir yang Banting Setir Jadi Pegiat Bank Sampah di Kota Metro

Kompas.com - 15/12/2023, 15:27 WIB
Tri Purna Jaya,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

LAMPUNG, KOMPAS.com - Tumpukan kardus menumpuk di sudut ruangan berukuran sekitar 4x4 meter. Di sudut lain, tumpukan kertas HVS berjajar dengan sebuah catatan di atasnya.

"(Barang bekas) ini masih punya nilai ekonomis, masih bisa dijual. Kertas-kertas ini saya dapat dari sekolah-sekolah di sekitar sini," tutur Anwar, pegiat Bank Sampah Abri Ceria Kota Metro saat ditemui akhir pekan lalu.

Saat bercerita, seorang pemulung terlihat mengaduk kotak kayu berisi barang bekas dari plastik yang ada di bagian depan lokasi.

Baca juga: Pemerintah: PLN Wajib Beli Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Sampah

Lokasi Bank Sampah Abri Ceria di Kota Metro saat dikunjungi pekan lalu.KOMPAS.COM/TRI PURNA JAYA Lokasi Bank Sampah Abri Ceria di Kota Metro saat dikunjungi pekan lalu.

"Itu bukan sampah, Pakde, sampeyan cari yang seperti itu bawa ke sini, nanti aku beli," serunya dalam bahasa Jawa kepada pemulung itu.

"Nah, kalau yang bekas-bekas botol air mineral, gelas kemasan itu banyak dapat dari masyarakat sini, Mas. Biasanya mereka ngumpulin dulu di rumah, setelah banyak baru dibawa ke sini," kata dia.

Bank Sampah Abri Ceria di Kelurahan Iringmuyo, Kota Metro memiliki kisah sendiri dalam perjalanannya menjadi bank sampah. Pegiatnya, Anwar, sebelumnya merupakan seorang bankir di salah satu bank di Kota Metro, Lampung.

Bank Sampah Abri Ceria ini awalnya adalah sebuah lapak barang bekas yang dikelola oleh orangtuanya, sekitar tahun 1985 silam.

Baca juga: Dukung Daur Ulang, Tokio Marine Life Gandeng Bank Sampah ASA

 “Jadi sejarahnya, bank sampah ini adalah usaha orangtua, pengepul barang bekas dari tahun 1985-an,” kata Anwar.

Meski disebut “pengepul”, lapak itu sendiri belum bisa dikatakan pengumpul barang bekas. Karena hanya bersifat transit saja. Barang datang dan langsung dijual kembali ke pengepul besar oleh orangtua Anwar.

“Ya karena faktor pengangkutan, tidak ada bisa banyak-banyak. Baru sekitar tahun 2000-an, sudah bisa jual-beli,” katanya.

Ilustrasi sampah yang bisa didaur ulang. SHUTTERSTOCK/PHOTKA Ilustrasi sampah yang bisa didaur ulang.

Anwar pada saat itu masih aktif sebagai seorang pegawai bank. Dia baru memutuskan mengurus usaha lapak barang bekas itu setelah resign usai 14 tahun menjadi bankir.

Baca juga: Program Waste to Energy for Community PHM, Olah Sampah TPA Manggar Jadi Bahan Bakar untuk Masyarakat

“Selain setelah resign belum melakukan usaha lain, saya pikir potensi ekonomi dari usaha ini (lapak barang bekas) juga lumayan,” kata Anwar.

Dia menganalogikan, pada saat masih berbentuk pengepul barang bekas, yang notabenenya hanya menunggu barang datang, orangtuanya bisa menyekolahkan dia dan adik-adiknya hingga jenjang perguruan tinggi.

“Potensi nilai ekonominya lumayan, apalagi di wilayah sini banyak orang jualan kuliner yang menjadi sumber,” kata dia.

Adaptasi untuk bertransformasi

Anwar memaparkan, ada beberapa hal yang membuatnya harus beradaptasi saat lapak itu berubah menjadi bank sampah pada awal tahun 2022 lalu. Salah satunya adalah perubahan mindset alias pola pikir.

Baca juga: Desa Energi Berdikari di Jambi Kelola Sampah Jadi Suvenir hingga Pakan Lele

“Prinsipnya sama, tetapi memang ada perbedaan antara bank sampah dengan lapak biasa,” katanya.

Jika lapak biasa berorientasi ke profit melalui margin pembelian-penjualan, pada bank sampah tidak melulu berorentasi ke profit itu.

“Lapak biasa orientasinya ke margin aja kan, keuntungan, profit. Sedangkan kalau bank sampah ada nilai edukasinya, kita sosialisasi, ajak masyarakat, kita perduli dengan lingkungan, ada kerja sosialnya itu,” katanya.

Baca juga: Program Inovasi Sosial PHE Jambi Merang, Siswa SD Diajak Olah Sampah, Air, hingga EBT

Ilustrasi pengelolaan sampah.SHUTTERSTOCK/ROMAN KAIETZ Ilustrasi pengelolaan sampah.

Salah satu edukasi yang dilakukan oleh Anwar yakni masalah sampah di rumah warga dan lingkungan. Anwar mengatakan ada sedikit ketidakpedulian warga terkait sampah. Dan ini bisa dilihat secara jelas setiap hari.y

“Warga Kota Metro kan bukan hanya yang memang asli sini, tetapi ada juga yang tinggal hanya sementara,” kata dia.

Dia mencontohkan, di asrama-asrama mahasiswa sering terlihat sampah menumpuk. Anwar tidak menyalahkan kondisi itu, karena bagi mereka yang sudah membayar iuran, tentu tidak terlalu peduli.

“Mereka sudah bayar iuran, tapi sampah masih numpuk. Ya tapi setidaknya, mereka bisa lebih perduli, kan mereka tinggal di kota ini,” kata Anwar.

Baca juga: Bersama Mencari Solusi Masalah Sampah Plastik di Indonesia

Edukasi inilah yang sedang dikuatkan oleh Anwar, bahwa kebersihan Kota Metro adalah tanggung jawab setiap orang yang tinggal di dalamnya, tanpa melihat apakah penduduk asli ataupun pendatang.

“Mindset ini yang harus diperhatikan. Memang susah, tapi pelan-pelan berubah,” kata dia.

Tetapi, perbedaaan mindset ini dirasa tidak terlalu sulit bagi Anwar. Dia pun mencoba beradaptasi agar tetap mendapatkan profit namun tidak melupakan edukasi kepada masyarakat dan lingkungan sekitar.

Menurut Anwar, karakteristik suatu wilayah di mana bank sampah itu berdiri bisa menjadi acuan agar adaptasi itu berjalan dengan baik.

Baca juga: SMGR Gunakan RDF dalam Produksi Semen, Atasi Persoalan Sampah

Seperti di Kelurahan Iringmulyo, di sepanjang jalan banyak gerai kuliner yang sisa produksi (jualan) menjadi sumber sampah. Lalu juga sekolah dan perguruan tinggi yang banyak memproduksi sampah dari kegiatan mereka.

“Itu sumber sampah semua, plastik, kertas, dan kardus,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com