Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kampung Batik Laweyan yang Menolak Terlindas Roda Zaman

Kompas.com - 03/01/2024, 05:00 WIB
Kiki Safitri,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Beragam hal menarik di Kota Solo atau Kota Surakarta yang sayang sekali jika dilewatkan begitu saja saat musim liburan tiba. Banyak sudut-sudut di kota tersebut yang memiliki sejarah yang bernilai, dan nilai-nilai tersebut diwariskan hingga kini.

Namun dari sekian banyak pilihan, dalam liburan 2 hari di kota tersebut, saya memutuskan untuk berkunjung ke Kampung Batik Laweyan yang berada di Jl Rajiman Kecamatan Laweyan.

Kampung Batik Laweyan adalah salah satu pusat batik tertua di Kota Solo yang berdiri sejak abad ke-14 Masehi, dan masih bertahan hingga kini.

Baca juga: Cara Ajukan Permohonan Izin Produksi Seragam Batik Baru Haji Indonesia

Sebelum berkunjung, saya sudah membuat janji bertemu dengan Muhammad Taufan Wicaksono, Manajer Operasional Batik Toeli.

Namun siapa sangka, janji bertemu tersebut mengantarkan saya bertemu dengan salah satu tokoh budaya Kota Solo, Alpha Febela Priyatmono. Taufan adalah anak dari Febela Priyatmono pemilik usaha dari Batik Mahkota Laweyan.

Selain merupakan tokoh budaya Kota Solo yang memiliki peran besar dalam mendorong eksistensi batik, Febela Priyatmono juga menjabat sebagai ketua Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan (FPKBL).

Sukses membangun Batik Mahkota, Febela Priyatmono mendirikan Batik Toeli yang merupakan anak usaha dari Batik Mahkota. Batik Toeli terinspirasi oleh karya-karya batik yang dibuat oleh para tunarungu.

Baca juga: Didiet Maulana: Shopee Buktikan Batik Lokal Jadi Layak Ekspor

Asal usul

Febela Priyatmono menceritakan sejarah mengapa kampung batik tersebut disebut Kampung Batik Laweyan.

Berdasarkan sejarah, kata Laweyan berasal dari bahasa Jawa ‘Lawe’ yang artinya benang putih. Konon katanya, daerah tersebut merupakan kawasan kapas yang menghasilkan kapas dan benang dengan kualitas nomor satu.

“Itu merupakan pusat industri batik yang turun temurun sudah ratusan tahun semasa Kerajaan Pajang. Dulu dimulai namanya Laweyan itu, bisa dikatakan merupakan daerah penghasil kapas yang paling bagus,” jelas Febela Priyatmono.

Pria yang dikenal sebagai salah satu tokoh budaya Solo itu menceritakan, awal-awal kegiatan masyarakat di kawasan tersebut adalah tenun, yang lambat laun berkembang menjadi batik.

Kampung Laweyan secara historis sudah ada sejak 1546. Laweyan merupakan bagian dari Kerajaan Pajang yang saat itu rajanya bernama Sultan Adiwijaya atau Joko Tingkir.

“Sekitar sungai di Selatan Laweyan, ada Sungai Bandar dan Sungai Kabanaran, yang merupakan pusat perdagangan. Di utara, ada pasar, yang akhirnya berkembang hingga awal-awal abad ke-20 berdiri juga di sini Serikat Dagang Islam, yang turun temurun, termasuk di tempat kami ini,” ungkap dia.

“Kami memang berpuluh tahun lalu (sudah memulai usaha batik), tapi kami mempunyai catatan tertulis dan bukti autentik tahun 1942, kami yakin sudah beraktivitas batik dari sebelumnya,” tambah dia.

Baca juga: Sempat Bangkrut, Perajin Batik Boyolali Ini Kembali Bangkit dan Sukses berkat Ekspor Ritel di E-Commerce

Tokoh budaya Kota Solo, sekaligus pemilik Batik Mahkota Laweyan, Alpha Febela Priyatmono.Kompas.com / Kiki Safitri Tokoh budaya Kota Solo, sekaligus pemilik Batik Mahkota Laweyan, Alpha Febela Priyatmono.

 

Sempat mati suri

Alpha Febela Priyatmono menyebut, pada awal tahun 1970-an industri batik dikejutkan dengan munculnya produk tekstil bermotif printing. Perubahan konsep itu memukul industri batik tradisional. Bahkan, usaha batik milik Febela Priyatmono yang dulunya bernama Batik Puspowidjoto ikutan kolaps.

“Munculnya produk lain, yakni tekstil bermotif printing, ya itu kan perkembangan zaman, tidak masalah. Tapi memang, di sinilah pemahaman tentang budaya harus ditekankan, termasuk tentang batik yang masih kurang. Maka batik tradisional kalah bersaing, banyak yang kolaps juga,” jelas dia.

“Usaha batik kami bisa dikatakan tutup hampir 16 tahun. Kami baru bangkit lagi setelah munculnya Kampung Batik Laweyan ini. Setelah masyarakat mempelajari tentang Laweyan dan batik, ternyata Laweyan potensinya luar biasa kalau dibiarkan kondisi seperti itu, di tahun 2004 kan banyak rumah yang rusak, usaha industri batik yang tutup, lama kelamaan ini bisa habis, dan potensinya bisa punah,” ujar Febela Priyatmono.

Selain kembali membangun Kampung Batik Laweyan untuk membangkitkan potensi yang ada, masyarakat juga menyadari bahwa tidak hanya industri batik saja yang perlu didorong untuk bangkit. Tapi juga secara lebih luas dengan menjadikan Kampung Batik Laweyan sebagai lokasi pariwisata ekonomi kreatif, yang berkembang hingga saat ini.

“Tahun 2004 itu tinggal 16-an usaha batik, sebelumnya bisa dikatakan ratusan. Akhirnya berkembang, sempat ada 80-an usaha batik yang sudah bergerak. Tapi setelah Covid-19 itu kita drop, hingga potensinya turun 80 persen. Tapi alhamdulilah setelah Covid-19 ini berakhir kita sudah merangkak lagi, sekarang ada 40-an pengusaha batik,” jelas dia.

Halaman:


Terkini Lainnya

Banjir Landa Konawe Utara, 150 Lahan Pertanian Gagal Panen

Banjir Landa Konawe Utara, 150 Lahan Pertanian Gagal Panen

Whats New
Amankan 4 Penumpang, Petugas Bandara Juwata Gagalkan Penyelundupan 4.047 Gram Sabu

Amankan 4 Penumpang, Petugas Bandara Juwata Gagalkan Penyelundupan 4.047 Gram Sabu

Whats New
478.761 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek pada Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

478.761 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek pada Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Whats New
Pengertian Dividen Interim dan Bedanya dengan Dividen Final

Pengertian Dividen Interim dan Bedanya dengan Dividen Final

Earn Smart
Pajak Dividen: Tarif, Perhitungan, dan Contohnya

Pajak Dividen: Tarif, Perhitungan, dan Contohnya

Earn Smart
Jalan Tol Akses IKN Ditargetkan Beroperasi Fungsional Pada Agustus 2024

Jalan Tol Akses IKN Ditargetkan Beroperasi Fungsional Pada Agustus 2024

Whats New
Cara Menghitung Dividen Saham bagi Investor Pemula Anti-Bingung

Cara Menghitung Dividen Saham bagi Investor Pemula Anti-Bingung

Earn Smart
Sepanjang 2023, AirAsia Indonesia Kantongi Pendapatan Rp 6,62 Triliun

Sepanjang 2023, AirAsia Indonesia Kantongi Pendapatan Rp 6,62 Triliun

Whats New
Menyehatkan Pesawat di Indonesia dengan Skema 'Part Manufacturer Approval'

Menyehatkan Pesawat di Indonesia dengan Skema "Part Manufacturer Approval"

Whats New
Libur Panjang, Tiket Whoosh Bisa untuk Masuk Gratis dan Diskon 12 Wahana di Bandung

Libur Panjang, Tiket Whoosh Bisa untuk Masuk Gratis dan Diskon 12 Wahana di Bandung

Whats New
Memahami Dividen: Pengertian, Sistem Pembagian, Pajak, dan Hitungannya

Memahami Dividen: Pengertian, Sistem Pembagian, Pajak, dan Hitungannya

Earn Smart
Limbah Domestik Dikelola Jadi Kompos, Solusi Kurangi Sampah di Kutai Timur

Limbah Domestik Dikelola Jadi Kompos, Solusi Kurangi Sampah di Kutai Timur

Whats New
Harga Emas Terbaru 11 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 11 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Pada Sabtu 11 Mei 2024

Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Pada Sabtu 11 Mei 2024

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Sabtu 11 Mei 2024, Semua Bahan Pokok Naik, Kecuali Daging Sapi Murni

Harga Bahan Pokok Sabtu 11 Mei 2024, Semua Bahan Pokok Naik, Kecuali Daging Sapi Murni

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com