JAKARTA, KOMPAS.com - Mencintai Tanah Air tentu tidak hanya sekedar kata-kata saja, perlu bukti kongkrit untuk mendorong perubahan yang nyata.
Seperti cerita Rengkuh Banyu Mahandaru yang tergerak untuk mengembangkan produk kemasan yang ramah lingkungan lewat startup Plepah.
Usaha yang ia dirikan pada 2018 itu nyatanya membuahkan hasil. Selain berdampak pada lingkungan, ia juga turut memberdayakan hingga 100 kepala keluarga masuk dalam ekosistem usaha pengelahan pelepah pinang menjadi bahan pengemasan yang ramah lingkungan.
Baca juga: Tips Mengelola Laporan Keuangan Bisnis untuk Keberhasilan Perusahaan
Rengkuh menjelaskan, usahanya dimulai pada 2018. Saat itu aplikasi online pengantar makanan belum ramai seperti saat ini. Tetapi, sistem pengantaran makanan sudah menggunakan bahan seperti styrofoam.
“Dulu saya bukan penggerak lingkungan, dan bekerja dari jam 9 pagi hingga jam 5 sore. Satu waktu, saya pesan makanan yang dipesan 1, tapi yang datang 3 packaging semua styrofoam,” ujar dia di acara Kick Off 15th SATU Indonesia Awards 2024, Senin (4/3/2024).
“Background saya itu packaging designer, dan waktu itu ada beberapa negara yang mencari alternatif packaging,” sambung dia.
Melihat peluang tersebut, Rengkuh yang juga Penerima Apresiasi 14th SATU Indonesia Awards 2023 Kategori Kelompok itu merefleksikan ke dalam negeri. Pembungkus makanan di Indonesia dilakukan dengan menggunakan daun, baik dengan daun pisang, daun jati dan sebagainya.
“Inginnya itu, orang bisa membawa packaging itu, atau pembungkus makanan itu terlihat keren. Secara teknikal kan membungkus makanan dengan bahan natural banyak kebaikannya juga,” ungkap dia.
“Tapi, inspirasi muncul saat saya melakukan diving di Wakatobi, dan banyak (sampah) styrofoam, bukan ikan. Dari sana saya tergerak untuk melihat potensi - potensi (kemasan ramah lingkungan) di Indonesia,” jelasnya.
Tidak sampai di situ, Rengkuh juga mendapatkan pengalaman yang menginspirasi saat berkunjung ke India. Dia bilang, India sudah melakukan proses - proses yang lebih hijau dalam kegiatan sehari - hari.
“Mereka sudah menjalankan konsep sustainable yang sehari-harinya begitu. Pulang ke Indonesia, saya jalan-jalan ke Jambi, dan waktu itu saya kerja di salah satu NGO yang tugasnya mengkonservasi harimau,” jelasnya.
“Tugas saya membantu masyarakat untuk tidak merambah hutan dengan meningkatkan produktivitas dan kemampuan ekonomi mereka dengan memanfaatkan kayu,” tambahnya.
Waktu berjalan, Rengkuh mulai membangun usaha kemasan dari pelepah pinang dengan teknologi sederhana. Ia membangun kelompok petani yang berawal dari ibu - ibu, dan membangun koperasi.
Adapun target yang ingin dicapai saat itu adalah inklusifitas. Ada keterlibatan kelompok perempuan. Kemudian, lewat usaha itu, Rengkuh juga mencoba agar masyarakat lebih perhatian dengan material hilirisasi, dan mengubah persepsi mengenai plastik sebagai material utama kemasan di perkotaan.
Dia mengatakan, dari 2018 sampai sekarang, sudah berapa sudah ada 3 titik produksi. Yakni, di Sumatera Selatan dan Jambi. Ada juga riset dan pengembangan di Cibinong - Bogor.
“Dengan kapasitas 120.000 pc per bulan. Sayangnya demand terbesar bukan dari dalam negeri tapi dari luar negeri,” jelas dia.
“Kalau berorientasi pada profit itu memang menyenangkan, tapi kalau berorientasi pada impact itu sangat sedih buat kami. Ketika inisiatif ini dimulai tujuannya adalah meng-adress isu dalam negeri, cuma mungkin belum saatnya,” tambah Rengkuh.
Hingga saat ini, usaha Plepah kurang lebih telah memiliki 100 kepala keuarga, mulai dari yang mengumpulkan bahan baku, memproduksi, dan sebagainya. Rengkuh juga berharap bisa meningkatkan produksi di masa depan.
Baca juga: Kisah Anwar, Mantan Bankir yang Banting Setir Jadi Pegiat Bank Sampah di Kota Metro
Selain itu, Rengkuh juga berharap bisa memberikan dampak dengan memperbanyak titik produksinya agar keterlibatan kelompok semakin banyak.
Ke depan, Rengkuh akan terus melakukan pengembangan dengan mengeksplorasi potensi sumber lokal untuk global. Ia juga berharap, masalah sampah bisa teratasi dengan penggunaan sistem daur ulang limbah, misalnya limbah pertanian.
“Kita akan mengeksplor lebih jauh potensi dari limbah pertanian. Hari ini orang mungkin tidak menilai ada nilai lebihnya, tapi kami fokus memanfaatkan limbah ini diluar dari kemasan makanan,” ujarnya.
“Kita tahu bahwa transisi energi terus diperkuat, limbah pertanian diharapkan bisa menjadi alternatif untuk pengurangan penggunaaan batubara,” tambah dia.
Baca juga: Bersama Mencari Solusi Masalah Sampah Plastik di Indonesia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.