Perempuan yang bekerja baru mencapai 54 persen dari total populasi wanita yang ada di Indonesia. Padahal jumlah penduduk di Indonesia saat ini 49,5 persen diisi oleh perempuan. Di sisi lain, jumlah angkatan kerja laki-laki telah mencapai 80 persen dari total populasinya di Indonesia.
Perekonomian Indonesia diproyeksikan mampu melesat dan siap menyambut Indonesia Emas 2045 ketika jumlah perempuan yang masuk angkatan kerja tersebut lebih dari 50 persen.
"Sebenarnya ruginya ada di Indonesia sendiri. Kalau Indonesia tidak melihat pentingnya meningkatkan peran perempuan di lapangan pekerjaan, yang rugi sendiri. Apalagi kita sedang kejar, bonus demografi itu jangan cuma terbuang sia-siap, kualitasnya harus ditingkatkan, jumlah yang masuk ke dua kerja juga perlu ditingkatkan," urai dia.
Baca juga: Mendag: Perempuan Kunci Indonesia Maju
Untuk mendorong peran perempuan dalam dunia kerja dan masyarakat, Citi Indonesia juga memiliki kelompok afinitas bernama Citi Indonesia Women's Network. Sebagai salah satu chairwomen, Puni menceritakan untuk mendukung perempuan maju ternyata hanya dibutuhkan inisiatif-inisiatif kecil.
"Kami menjadi support system one and other. Untuk ibu-ibu yang baru melahirkan, dramanya beda dengan ibu-ibu yang punya anak remaja. Jadi kami membuat support system sendiri. Kemudian ada mentoriship, buat kami yang ada di level executive kami ingin berbagi informasi ke member, bagaimana kami melalui hambatan selama berkarir," terang dia.
Puni menekankan, penting bagi generasi yang lebih muda mengatahui bebagai hambatan yang dirasakan sebagai perempuan dalam menghadapi dilema untuk memilih mengurus keluarga di rumah atau bekerja di kantor.
Belakangan, ibu dua anak itu gencar mengajak rekan kerja laki-laki untuk bergabung ke dalam kelompok Citi Indonesia Women's Network. Hal ini diambil sebagai langkah untuk mencapai kesetaraan gender. Pasalnya, laki-laki dianggap kerap melakukan sesuatu yang ternyata merupakan bias gender.
"Kadang ada ucapan, udahlah lu kan perempuan, lagi PMS ya. Itu bias, tidak boleh bilang seperti itu. Mereka ingin menjadi orang progresif, tapi kadang-kadang bias itu muncul. Jadi kami membuat ally ini menyadari, perilaku apa yang sering dilakukan oleh laki-laki yang sering akhirnya itu menghambat perempuan dan melecehkan perempuan," tutur Puni.
Selain itu, Puni mengungkapkan ada beberapa kebiasaan atau perilaku di dunia kerja yang secara tidak sadar mendiskreditkan peran perempuan. Misalnya, perempuan selalu ditunjuk menjadi pengurus konsumsi dalam setiap acara kantor, atau ditunjuk menjadi notulen ketika berada dalam rapat. Tak hanya itu, ketika terdapat promosi jabatan, perempuan biasanya akan berada dalam posisi yang lebih sulit karena dibebani dengan pandangan masyarakat soal mengurus keluarga dan memiliki anak.
"Ketika laki-laki menjadi bagian dari Citi Women's, mereka mulai menyadari pentingnya kesetaraan gender. Ada hal-hal yang seolah-olah menghambat kami (perempuan) karena ada bias, ada ekspektasi secara sosial yang ditempatkan kepada kami, yang sebenarnya bisa dimainkan oleh kedua belah pihak tanpa harus di-assign khusus buat perempuan," ujar dia.
Selain itu, Citi Indonesia juga memiliki kesadaran untuk selalu memberikan kesempatan yang sama kepada perempuan dalam proses rekrutmen karyawan baru. Hal tersebut juga termasuk menghadirkan perempuan sebagai pewawancara dalam proses rekrutmen tersebut.
"Tidak boleh manel, panel laki-laki tidak boleh, jadi pengambilan keputusan jauh lebih objektif," tegas dia.
Baca juga: Porsi Perempuan dalam Posisi Manajerial Indonesia Sudah 32,26 Persen
Sebagai catatan, Citi Indonesia saat ini memiki komposisi pekerja perempuan hingga 57 persen. Adapun sebanyak 22 persen berada di level middle manager sampai senior manager level.
Saat ini yang menjadi tantangan adalah cara mempertahankan perempuan tetap berada dalam angkatan kerja. Citi Indonesia menyediakan berbagai fasilitas untuk mendorong pekerja perempuan dapat maju secara karir, termasuk di dalamnya adalah pelatihan kepemimpinan khusus perempuan.
"Mereka tahu ada kesempatan di Citi, tapi hambatannya itu tadi adanya peran ganda yang harus dimainkan. Tantangan kami adalah bagaimana perempuan tetap ada sebagai angkatan kerja. Tidak hanya di Citi, kebanyakan perusahaan mengalami, pekerja perempuan akan rontok di level middle management," tandas dia.
Sebagai informasi, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, jumlah perempuan yang bekerja di sektor informal sebanyak 65,35 persen, sementara perempuan pekerja di sektor formal hanya 34,65 persen.
Ketika dirinci berdasarkan jenis pekerjaannya, ternyata perempuan paling banyak bekerja pada sektor dagang dan jasa. Sedangkan, pekerja laki-laki masih mendominasi berbagai sektor seperti industri, konstruksi, kelistrikan, air, gas, agrikultur, dan pertambangan.
Baca juga: Grant Thornton: Kolaborasi Perempuan dan Laki-laki di Perusahaan Lebih Menguntungkan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya