Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Arip Muttaqien
Akademisi, Peneliti, dan Konsultan

Doktor ekonomi dari UNU-MERIT/Maastricht University (Belanda). Alumni generasi pertama beasiswa LPDP master-doktor. Pernah bekerja di ASEAN Secretariat, Indonesia Mengajar, dan konsultan marketing. Saat ini berkiprah sebagai akademisi, peneliti, dan konsultan. Tertarik dengan berbagai topik ekonomi, pembangunan berkelanjutan, pembangunan internasional, Asia Tenggara, monitoring-evaluasi, serta isu interdisiplin. Bisa dihubungi di https://www.linkedin.com/in/aripmuttaqien/

"Economics of Happiness": Indonesia Tidak Cukup Bahagia?

Kompas.com - 25/03/2024, 13:44 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Selain menguji persepsi tentang kualitas hidup, survei tersebut juga menanyakan tentang emosi positif dan emosi negatif yang dirasakan tiap responden sehari sebelumnya. Kedua hal ini penting untuk ditanyakan guna menguji bias terhadap pertanyaan Tangga Cantril.

Mengapa tingkat kebahagiaan berbeda antarnegara? Berdasarkan laporan tersebut, model regresi digunakan dengan memasukkan indikator: Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita (purchasing power parity), dukungan sosial, angka harapan hidup sehat, kebebasan untuk membuat pilihan hidup, kedermawanan, dan persepsi terhadap korupsi.

Berdasarkan data dari tahun 2005 hingga 2023, enam indikator tersebut berpengaruh lebih dari 75 persen terhadap tingkat kebahagiaan hidup. Dari enam indikator tersebut, hanya kedermawanan yang paling kurang signifikan terhadap indeks kebahagiaan.

Dengan memasukkan indikator emosi positif dan negatif, terungkap bahwa emosi positif responden berpengaruh signifikan terhadap tingkat kebahagiaan (Tangga Cantril).

Emosi positif ini menangkap kondisi responden sehari sebelumnya, yaitu seberapa sering responden tersenyum atau tertawa, bagaimana responden menikmati hidup, dan apakah responden melakukan sesuatu yang menarik.

Sedangkan emosi negatif mengukur perasaan responden terhadap tingkat kecemasan, kesedihan, dan kemarahan.

Temuan lain dari model ini menunjukkan, dengan mempertimbangkan faktor emosi responden, pengaruh PDB per kapita terhadap indeks kebahagiaan menjadi lebih kuat.

Sementara itu, kecuali faktor kedermawanan yang kurang signifikan, kontribusi empat faktor lain masih signifikan, tetapi menjadi lebih lemah.

Secara umum, terdapat hubungan linear positif antara PDB per kapita dan indeks kebahagiaan, menunjukkan bahwa secara statistik, peningkatan pendapatan per kapita cenderung diikuti oleh peningkatan kebahagiaan.

Memang ada negara-negara yang menjadi pengecualian dari tren ini, meskipun jumlahnya relatif sedikit.

Sebagai contoh, di Asia Tenggara, Filipina dan Vietnam memiliki PDB per kapita yang lebih rendah dibandingkan dengan Indonesia, namun keduanya menikmati ranking kebahagiaan yang lebih tinggi.

Memang benar bahwa kebahagiaan tidak sepenuhnya dapat diukur melalui tingkat pendapatan. Namun, dengan pendapatan lebih tinggi, individu biasanya memiliki lebih banyak pilihan dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan serta keinginan mereka, yang dapat berkontribusi pada peningkatan kebahagiaan.

Tuntutan kedepan

Indonesia telah menunjukkan peningkatan dalam indeks kebahagiaan, dari nilai 5,16 pada tahun 2012 menjadi 5,57 pada tahun 2024.

Hal ini sesuai dengan data Indeks Kebahagiaan dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang juga menunjukkan tren peningkatan sejak tahun 2014 hingga 2021.

Namun, meskipun ada perbaikan, kecepatan peningkatan tersebut belum sesuai harapan.
Merujuk pada temuan dari World Happiness Report, yaitu enam faktor yang berkontribusi lebih dari 78 persen kebahagiaan, sudah selayaknya Indonesia fokus terhadap faktor-faktor tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com