Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani Sebut Pengetatan Moneter yang Cepat Tak Jinakkan Inflasi, Kenapa?

Kompas.com - 08/06/2022, 15:10 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pengetatan kebijakan moneter yang terlalu cepat dan ketat tidak berdampak signifikan pada penurunan tingkat inflasi.

Pasalnya, penyebab tingkat inflasi yang meninggi di berbagai negara adalah tidak terpenuhinya sisi produksi/suplai di tengah meningkatnya permintaan (demand). Sedangkan, pengetatan moneter yang cepat menyasar sisi permintaan.

"Kalau kebijakan makro yaitu fiskal dan moneter terlalu cepat atau ketat, yang tujuannya akan lebih cepat mempengaruhi sisi demand, sebetulnya tidak menyelesaikan masalah sisi suplainya," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (8/6/2022).

Baca juga: Dilema Menteri-menteri Keuangan, Sri Mulyani Sampai Dicurhati Menkeu Turki dan Mesir

Bendahara negara ini menuturkan, rendahnya suplai komoditas unggulan dunia dipengaruhi oleh perang Rusia-Ukraina dan pandemi Covid-19.

Akibat perang, beberapa komoditas seperti minyak mentah, gas, batubara, gandum, hingga jagung.

"Jadi inflasi di dunia saat ini dikontribusi dari sisi production atau suplai itu lebih dominan dibandingkan kontribusi dari sisi demand atau permintaan akibat perang maupun pandemi," ujar Sri Mulyani.

Lebih lanjut Sri Mulyani menyampaikan, inflasi akan selalu menjadi topik utama di forum-forum internasional termasuk dalam G20 hingga tahun depan.

Dia bilang, tingkat inflasi ini juga dibahas dalam roundtable governor discussion saat pertemuan Bank Pembangunan Islam (IDB).

Diskusi ini merembet pada pembahasan seberapa cepat dan seberapa ketat kebijakan moneter yang perlu diambil bank-bank sentral untuk menjinakkan inflasi.

"Jadi nanti kita akan lihat dampaknya kepada pembahasan kita adalah tadi, kalau seandainya pengetatan cepat dan tinggi, ketat, maka dampak terhadap pelemahan ekonomi global akan terlihat spill over ke seluruh dunia," jelas Sri Mulyani.

Baca juga: Biang Kerok Inflasi Mei 2022, BPS: Harga Tiket Pesawat hingga Bawang Merah

Dicurhati Menkeu Turki dan Mesir

Wanita yang karib disapa Ani juga sempat berbicara soal inflasi dengan beberapa menteri keuangan lain dalam pertemuan IDB. Menteri Keuangan Turki Nureddin Nubeti bercerita tentang inflasinya yang sudah tembus 74 persen.

Hal ini terjadi karena energi seperti BBM dan gas tidak disubsidi/dikompensasi oleh negara. Akibatnya, kenaikan harga komoditas global langsung dirasakan oleh masyarakat dengan naiknya harga-harga energi.

Sementara itu, Menteri Keuangan Mesir Mohamed Maait bercerita turut merasakan kenaikan harga gandum dan minyak, meskipun Mesir memiliki gas.

Sama seperti Indonesia, pemerintah Mesir memutuskan untuk memberikan subsidi energi kepada warganya. Namun, defisitnya jauh lebih tinggi dibanding Indonesia.

"Yang terjadi sekarang ini adalah memang pemulihan ekonomi dunia berjalan, namun diiringi dengan kenaikan harga-harga komoditas yang melonjak sangat tinggi terutama semenjak bulan Februari terjadi serangan terhadap Ukraina oleh Rusia," sebut dia.

Baca juga: Dikritik Suka Potong Anggaran, Sri Mulyani: Ini Masalah Keterpaksaan...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com