TAK bisa dipungkiri, maraknya properti syariah bodong merupakan salah satu konsekuensi atas pesatnya permintaan perumahan syariah yang melahirkan skema baru di mana pembiayaan kepemilikan rumah dapat langsung ditangani oleh pengembang tanpa melibatkan pihak bank.
Salah satu persoalan skema ini adalah tingginya fraud karena tidak ada credit scoring yang ketat seperti yang dilakukan bank.
Meskipun transaksi kepemilikan rumah syariah saat ini sudah melibatkan notaris untuk mencatat keabsahan transaksi.
Namun, peraturan pemerintah belum secara rinci mengatur transaksi di pasar hipotek syariah, sehingga membuka celah pengembang nakal melakukan komodifikasi perumahan secara ilegal agar masyarakat terjebak dalam penipuan berkedok syariah tanpa melibatkan pihak bank.
Namun, gencarnya promosi dan sosialisasi di berbagai platform media seharusnya membantu masyarakat memahami manfaat dan keberlanjutan investasi syariah agar tidak mudah dimanfaatkan oleh pengembang syariah yang bermasalah.
Beberapa iklan dan promosi perumahan syariah terkadang sangat provokatif. Pengembang mengelabui calon pembeli dengan mengkampanyekan solusi untuk memiliki rumah yang sesuai syariah.
Mereka bertindak seakan-akan menjadi satu-satunya jalan keluar bagi mereka yang ingin memiliki rumah, tetapi proposal pembiayaan mereka sering ditolak oleh bank.
Apalagi pengembang menjanjikan tidak akan ada sistem denda dan penyitaan. Tidak ada penalti jika konsumen ingin melunasi hutangnya atau bahkan jika mereka terlambat membayarnya.
Jika konsumen tidak tepat waktu, pengembang akan memberikan peringatan, namun cicilan tetap flat. Inilah alasan mengapa masyarakat sangat tertarik berinvestasi properti syariah.
Pengembang perumahan syariah seharusnya melakukan transaksi jual beli melalui lembaga keuangan atau perbankan syariah yang telah terdaftar melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sebaliknya, jika pengembang tidak berani melakukan transaksi jual beli melalui mekanisme lembaga keuangan syariah resmi maka patut untuk dicurigai.
Di samping itu, selama ini tidak ada laporan properti syariah ke OJK, sehingga sulit melacak data dan rekam jejak kredit macet properti syariah.
Hal ini mengindikasikan bahwa pengembang syariah menghadapi tantangan lemahnya dukungan regulasi dan lemahnya kapasitas keuangan.
Agar tidak terjebak dalam proyek terbengkalai yang merugikan masyarakat, pengembang syariah harus membuka diri bermitra dengan lembaga keuangan dan pemerintah.